Inilah Penyebab Seseorang Jadi Pelaku Perundungan atau Bullying
Sabtu, 10 September 2022 | 07:00 WIB
Jakarta, NU Online
Sejatinya, perundungan (bullying) bukan merupakan sikap bawaan manusia sejak lahir. Hanya saja, sikap menggertak dan mengganggu orang yang dianggap lebih lemah itu muncul karena adanya dorongan-dorongan tertentu.
Baca Juga
Pembully dalam Pandangan Gus Mus
Seperti diungkapkan Yuli Permata Sari dan Welhendri Azwar dalam jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, yaitu Ijtimaiyya, bahwa perilaku perundungan yang dilakukan seseorang bertujuan untuk menghindari bullying itu tertuju kepadanya. Perilaku ini biasanya sering dilakukan oleh individu untuk melindungi diri dari ancaman dan untuk memenuhi kebutuhan rasa aman pada dirinya.
“Kebutuhan akan rasa aman dapat membuat seseorang bertindak di luar dugaan. Hal ini dikarenakan kebutuhan akan rasa aman itu berasal dari dalam diri, meskipun stimulus berasal dari luar diri,” tulisnya.
Ditambah lagi, tidak adanya teguran atau peringatan dari lingkungan. Sehingga korban sewaktu-waktu bisa menjadi seorang pelaku apabila situasi mendukung. Hal yang membuat perundungan semakin berlanjut ke tingkat yang mengkhawatirkan adalah ketika korban merespons bullying tersebut.
"Merespons bullying tersebut lebih dari apa yang diterimanya. Aksi balas-membalas merupakan tindakan refleks yang dilakukan untuk melindungi dirinya demi terpenuhinya kebutan rasa aman,” imbuhnya.
Selain itu, tujuan lain dari perilaku perundungan adalah adanya motif dendam dan sakit hati kepada korban atas apa yang diterima oleh pelaku. Sehingga dendam itu dilampiaskan melalui bullying.
Perilaku perundungan yang sering terjadi di sekolah oleh peserta didik, selain untuk menghindarkan diri dari lingkungan tak nyaman, peserta didik melakukan perilaku bullying sebagai respons dari stimulus negatif yang ia terima dan menyebabkan sakit hati, baik stimulus negatif dari individu, maupun dari situasi itu sendiri.
Hal lain yang mendasari terjadinya perundungan adalah adanya lingkungan yang inferior dan superior. Dosen Psikologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus, Hj Farida, juga menyebutkan hal tersebut cukup mendasari kejadian perundungan ini.
“Relasi inferior adalah ketika suatu pihak merasa lebih rendah dibanding pihak lain, sedangkan superior yaitu pihak yang merasa lebih tinggi dan berkuasa atas segalanya,” ujar Farida kepada NU Online, Jumat (9/9/2022).
Menurut Farida, relasi ini muncul ketika ada dua kelompok yang merasa memiliki kelebihan dan kelemahan tertentu. Sehingga salah seorang yang memiliki kelebihan merasa berkuasa untuk mengganggu seseorang yang memiliki kekurangan tertentu.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori