KH A Syadid Djauhari dan rombongan Ziarah Muassis PWNU Jawa Timur, saat berada di makam Mbah Shiddiq dan KH Mahfudz Shiddiq, di Condro, Kelurahan/Kecamatan Kaliwates, Jember, (Foto: NU Online/Aryudi AR)
Jember, NU Online
KH Muhammad Shiddiq dikenal sebagai kiai yang memiliki keturunan mulia. Anak-anaknya menjadi ulama, bahkan waliyullah. Mereka cerdas pandai dan alim. Mbah Shiddiq, sapaan akrabnya, mempunyai anak 10 orang (7 putra dan 3 putri) dari tiga istri.
“Semuanya menjadi orang mulia, bahkan cucu-cucunya juga hebat,” ujar pimpinan rombongan Ziarah Muassis PWNU Jawa Timur, KH A Syadid Djauhari saat menyampaikan sambutan ketika berziarah di makam KH Mahfudz Shiddiq, Condro, Kelurahan/Kecamatan Kaliwates, Jember, Sabtu (7/3) malam.
Menurutnya, Mbah Shiddiq sangat berjasa dalam mengawali penyebaran Islam di Kabupaten Jember, yang dilanjutkan oleh anak cucu dan santrinya, sehingga menjadi daerah islami. Tidak hanya di Jember, Bani Shiddiq juga merambah daerah lain sebagai sasaran pengembangan Islam seperti Pasuruan, Banyuwangi, Bondowoso, Probolinggo, Gresik, Rembang, Jepara dan Madura.
“Kiprah anak cucu Mbah Shiddiq ada di mana-mana,” lanjut Kiai Syadid.
Setidaknya ada empat nama keturunan Mbah Shiddiq yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di antaranya adalah, pertama KH Mansur, yang mempunyai anak KH Ali Mansur, sang pencipta Shalawat Badar. Kedua, Nyai Hj. Roikhanah, yang memiliki anak KH Abdul Hamid, seorang waliyullah yang dimakamkan di masjid Jamik Pasuruan.
“Siapa yang tak kenal Kiai Hamid yang terkenal wali itu,” jelas Kiai Syadid, sapaan akrabnya.
Ketiga, lanjutnya, adalah KH Mahfudz Shiddiq. Beliau pemikir modernis NU, pernah menjadi Ketua PBNU di usia 30 tahun. Keempat, KH. Achmad Siddiq, Rais ‘Aam PBNU masa khidmah 1984-1991. Beliau sosok moderat yang memelopori penerimaan asas tunggal, Pancasila.
Keempat adalah Nyai Hj. Zainab. Beliau adalah pendiri pesantren putri Zainab Shiddiq yang mempunyai anak di antaranya adalah KH Yusuf Muhammad dan KH Nadzir Muhammad. Keduanya adalah muballigh dan politisi ternama.
“Yang menjadi pertanyaan kenapa dan apa amalan beliau sehingga anak-anaknya jadi orang mulia,” tanya Kiai Syadid.
Ternyata, Mbah Shiddiq adalah sosok yang sangat cinta dan menghormati Rasulullah. Salah satu indikasinya bisa dilihat saat lantai kamar mandinya dipasang tegel (sebelum ada keramik) warna hijau. Konon, Mbah Shiddiq ‘marah’ kepada tukangnya dengan bilang: ‘kenapa tegel itu dipasang di kamar mandi, padahal warna hijau disukai Rasulullah’.
“Bayangkan hal-hal sebegitu kecil, oleh Mbah Shiddiq diperhatikan karena warna itu terkait dengan kesenangan Rasullullah. Mbah Shiddiq seminggu sekali khatam Qur’an,” jelas Kiai Syadid.
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Muhammad Faizin