Peta berjudul Insulae Indiae Orientalis karya Kartografer Jodocus Hondius, terbit pada 1606. (Foto: koleksi Bartelle Gallery)
Jakarta, NU Online
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan rempah-rempah. Hal ini juga yang membuat banyak bangsa dari luar untuk berdatangan ke negeri ini. Tak ayal, banyak naskah yang menyebutkan betapa kayanya Nusantara ini. Dan Jalur Rempah itulah yang menjadi lintasan persebaran niaga rempah-rempah hingga pertukaran budayanya.
"(Jalur Rempah) bukan jalur niaga dan kuliner saja, tetapi juga jalur diplomasi internasional, saling silang budaya, intelektual, spiritual, agama-agama juga. Jalur perdaban manusia yang terbentang di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," kata Ahmad Ginanjar Sya'ban, Mentor Tim Residensi Qatar, pada Susur Kultur: Kembara Rempah Nusantara di Makara Art Center Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (21/12/2023).
Ia menyampaikan bahwa Jalur Rempah bukanlah lintasan yang menjadi wilayah jalur purba, jauh sebelum masa kolonial. Bahkan, katanya, jalur tersebut sudah terbentuk sebelum Masehi. Hal ini diketahui berdasarkan naskah tulis tangan.
"Dalam sumber Timur Tengah, Nusantara pada masa itu Sriwijaya disebut sebagai wilayah penting dalam jalur niaga internasional yang mengkoneksikan jalur wilayah dunia," ujarnya.
Dalam sumber-sumber tersebut, Nusantara disebut sebagai negeri emas, negeri kamper, dan negeri rempah-rempah. Misalnya, ia menyebut Ibnu Tufail yang menulis Hay bin Yaqdhan. Karya sastra itu berlatar belakang Pulau Waqwaq yang diyakini sebagai Nusantara.
Selain itu, ia juga menyebut kitab Rihlah al-Sirafi. Kitab tersebut menggambarkan kemegahan Kerajaan Zabaj atau Sirvizah atau dikenal juga sebagai Kerajaan Sriwijaya. Letak kerajaan tersebut berada di antara india dan China.
"Jaraknya kurang lebih satu bulan (menuju China) dalam masa pelayaran ketika angin memungkinkan," ujar pengajar Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu.
Di dalam kitab-kitab Timur Tengah juga disebutkan bahwa penguasa di Sriwijaya adalah Maharaj atau dikenal juga Maharaja di Indonesia. Diceritakan di dalamnya, bahwa Maharaja menguasai pulau yang sangat banyak, jarak antara satu pulau dan lainnya seribu hasta lebih.
"Kekuasaan perintah Maharaja Sriwijaya sangat kuat di kepulauan. Pulau dikuasai Maharaja sangat subur. Tatakotanya rapi dan teratur. Istananya disepuh emas. Binatangnya pun dipakaikan emas," ujarnya.
Di samping itu, ada pula naskah lain seperti al-masalik wal mamalik yang mendeskripsikan rempah yang menjadi barang niaga, seperti kapur barus, cengkeh, pala, lada, gaharu, hingga kemenyan. Rempah-rempah menjadi bahan niaga yang tak ternilai harganya.
"Dulu harga 1 gram pala itu lebih mahal dari emas," ujar Ginanjar.
Ada juga naskah-naskah lain yang menjelaskan Nusantara, seperti Nuzhatul Musytaq, Ajaib al-Makhluqat wa al-Hayawanat wa Gharaib al-Maujudat yang mengulas tentang hewan-hewan dan tetumbuhan yang tak ditemuinya di negeri lain sehingga dianggap asing, dan al-Jami li Mufradat al-Udwiyah wa al-Ughdiyah yang merekam obat-obatan herbal.
Oleh karena itu, Ginanjar menegaskan bahwa bangsa Indonesia mewarisi Jalur Rempah yang agung itu. Hal ini perlu diupayakan agar menjadi warisan budaya yang perlu untuk terus didalami melalui riset-riset dari berbagai macam sisi akademik.