Jambore Orang Muda 2025 Hidupkan Kesadaran Ekologis dan Partisipasi Kebijakan
Selasa, 28 Oktober 2025 | 17:30 WIB
Peserta Jambore Orang Muda asal Nusa Tenggara Timur (NTT) Petrus Bala Liman saat ditemui NU Online di Kinasih Resort, Depok, Jawa Barat, Selasa (28/10/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Depok, NU Online
Jambore Orang Muda 2025 menjadi ruang pertemuan dan pembelajaran penting bagi generasi muda dalam menghadapi isu perubahan iklim dan persoalan sosial yang berkaitan dengan masa depan anak.
Selama dua hari pelaksanaan, para peserta tidak hanya saling bertukar pengalaman, tetapi juga membangun komitmen bersama untuk mendorong keterlibatan anak muda dalam proses perumusan kebijakan publik.
Peserta asal Nusa Tenggara Timur (NTT) Petrus Bala Liman menyampaikan rasa syukurnya atas kesempatan mengikuti kegiatan tersebut. Ia menilai, anak muda memiliki pengalaman dan pandangan yang perlu diakomodasi dalam pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan isu lingkungan dan sosial.
“Rasanya senang sekali, karena kita bisa bertemu teman-teman dari seluruh Indonesia. Harapan saya, aspirasi yang kami sampaikan tidak hanya didengar, tetapi juga ditindaklanjuti,” ujar Petrus kepada NU Online di Kinasih Resort, Depok, Jawa Barat, Selasa (28/10/2025).
Ia menambahkan, pemerintah dan pemangku kebijakan perlu membuka ruang dialog yang lebih inklusif.
“Pemerintah perlu membuka ruang dialog dengan anak muda agar solusi yang dihasilkan benar-benar berangkat dari pengalaman kami,” tambahnya.
Petrus berharap kegiatan seperti Jambore Orang Muda dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Menurutnya, anak muda sering disebut sebagai agen perubahan, sehingga ruang untuk berkembang dan berjejaring harus diperluas.
"Jadi kegiatan seperti itu harus terus diagendakan setiap tahun," katanya.
Sementara itu, Devy Sentuf, peserta dari Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, menilai Jambore ini menjadi ruang penyadaran penting mengenai isu krisis iklim, pernikahan anak, dan perlindungan hak asasi manusia. Ia menyebut, dampak perubahan iklim di Papua semakin nyata dan dirasakan langsung masyarakat.
“Isu pernikahan anak, perubahan iklim, dan hak asasi manusia harus kita tangani bersama. Di Papua sendiri, dampak perubahan iklim sudah sangat terasa. Panasnya terik sekali, suhu makin ekstrem. Saya berharap kegiatan seperti ini tidak berhenti di sini, tapi berlanjut dan melibatkan lebih banyak anak muda yang peduli,” ungkapnya.
Kesan mendalam juga datang dari Suparianto, peserta asal Sulawesi Utara yang terpilih sebagai Presiden Orang Muda 2025. Salah satu momen yang menurutnya penting adalah malam budaya yang menampilkan keragaman identitas peserta dari berbagai daerah.
“Itu sangat berkesan karena kami bisa menampilkan siapa kami sebagai anak muda Indonesia,” katanya.
Ia menegaskan bahwa anak muda menaruh perhatian besar terhadap isu lingkungan karena dampaknya berkaitan langsung dengan masa depan anak.
“Krisis iklim menjadi faktor utama yang mengancam masa depan anak-anak. Menurut data UNICEF, bahkan setiap kenaikan curah hujan bisa berkontribusi pada meningkatnya risiko pernikahan dini. Ini menunjukkan bahwa perubahan iklim bukan hanya isu lingkungan, tetapi juga isu kemanusiaan,” pungkasnya.