Nasional

Jawab Tantangan Zaman, Alumni Pesantren Sukses Duduki Pos Strategis Pemerintahan

Sabtu, 17 Oktober 2020 | 11:15 WIB

Jawab Tantangan Zaman, Alumni Pesantren Sukses Duduki Pos Strategis Pemerintahan

Ilustrasi santri calon pemimpin masa depan. (Foto: Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag RI Waryono Abdul Ghofur mengatakan, pesantren telah luar biasa beradaptasi menjawab tantangan zaman. Terbukti alumninya tidak hanya bergelar doktorandus, tapi mampu meraih doktor hingga menjabat sebagai profesor atau guru besar. Sebagian tampak mengisi pos-pos strategis di pemerintahan.


Hal ini disampaikan saat mengisi Muktamar Pemikiran Santri Nusantara yang diselenggarakan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Jumat (16/10). Pihaknya bersyukur, pesantren saat ini sudah diakui sebagai lembaga pendidikan yang setara dengan pendidikan yang lain, yaitu pendidikan nasional. 


“Karena itu, mudah-mudahan masyarakat pesantren semakin punya semangat untuk mengisi kemerdekaan. Karena saya pernah di pesantren, jadi tau betul bahwa pesantren tumbuh dari keikhlasan para kiai. Saya jarang mendengar pesantren zaman dulu dibantu pemerintah,” ungkapnya.


“Kiai mendirikan pesantran betul-betul dari kekayaannya sendiri. Bekerja sendiri dan dari pekerjaan yang dilakukan kiai, dengan sawah, kebun, dan sebagainya, hingga kemudian saat ini dapat beradaptasi dengan perkembangan pendidikan,” imbuhnya.


Ia mengungkapkan, ada sebuah adagium yang berbunyi al-muhafadzatu ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah (menjaga tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Wal hasil, bukan suatu kebetulan jika seorang profesor kemudian bergabung dengan Kiai Haji, menjadi Prof KH.

 

 

 

Senada dengan hal tersebut, Rais Syuriyah PBNU KH Masdar Farid Mas’udi mengatakan, perkembangan pesantren salah satunya dengan rujukan pokok kitab kuning kini telah sedikit bergeser dengan tambahan penggunaan buku-buku modern atau kontemporer.


“Pesantren yang tidak sepenuhnya bertumpu pada kitab ini menunjukkan bahwa tata cara dan metode yang ada sudah diadopsi. Kita harus tahu bahwa ilmu itu berkembang,” ungkapnya.


Perubahan ini, sambungnya, tidak perlu ditangisi. Terpenting, pesantren dapat menjaga misi utamanya sebagai lembaga pendidikan yang bertumpu pada kemaslahatan masyarakat dan kebutuhan perkembangan.


“Saya rasa harus ada kreativitas pesantren saat ini, terutama dari pihak pengasuh, direktur, atau pembina untuk bisa mengadopsi perkembangan ilmu pengetahuan keagamaan, khususnya ilmu sosial,” terang Kiai Masdar.


Ia juga menjelaskan, dalam masyarakat modern komunikasi sebagai salah satu media tentu tidak bisa diremehkan. Oleh karena itu, perspektif yang dikembangkan juga harus lebih luas dari hanya sekedar masalah ubudiyah dan fiqhiyah.


“Ilmu yang berhubungan dengan berbagai hal harus dipahami, tidak harus dikuasai perspektifnya. Bagaimana supaya Islam ini bisa merengkuh kehidupan lebih syamil, kamil, dan bisa menjadi penenang kehidupan di masyarakatnya dalam kehidupan berbangsa bernegara. Inilah tantangan yang harus kita pahami,” pungkasnya.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori