Presiden Joko Widodo saat memberikan keterangan pers setelah menerima Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat di Istana Merdeka, Rabu (11/1/2023). (Foto: tangkapan layar kanal Youtube Sekretariat Kabinet RI)
Jakarta, NU Online
Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat terjadi lagi di masa mendatang.
“Saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Rabu (11/1/2023).
Jokowi juga berjanji akan memulihkan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Ia menyatakan simpati dan empati mendalam terhadap korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat di masa lalu.
“Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," terangnya.
Ia meminta kepada Menko Polhukam Mahfud MD untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah, mencegah pelanggaran HAM berat dan pemulihan hak-hak para korban secara adil agar bisa terlaksana.
"Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” harap Jokowi.
Untuk diketahui bersama, ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang disebut oleh Presiden Jokowi. Peristiwa itu diantaranya tragedi 1965, peristiwa di Aceh, Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, dukun santet di Banyuwangi, hingga kasus Wamena di Papua.
Pada kesempatan itu, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pihaknya bersama Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 sudah menyelesaikan tugasnya. Hari ini, Mahfud menyampaikan laporan kepada Jokowi.
"Pada pokoknya, diskusi publik dan masalah politik dan yuridis yang menyertai perdebatan mengenai penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu sudah berlangsung 23 tahun," kata Mahfud.
Penyelesaian secara yuridis, kata dia, sudah diusahakan hasilnya untuk empat kasus sudah dibawa ke Mahkamah Agung (MA) dan semuanya bebas, karena tidak cukup bukti.
“Kita sudah mengadili empat pelanggaran HAM berat biasa yang terjadi sesudah 2000. Dan semuanya oleh MA dinyatakan ditolak. Semua tersangka dibebaskan karena tidak cukup untuk dikatakan pelanggaran HAM berat,” bebernya.
Ia mengatakan pelanggaran HAM berat berbeda dengan kejahatan. Namun, Mahfud tidak menjelaskan empat kasus yang dia maksud.
"Bahwa kejahatan iya, tetapi bukan pelanggaran HAM berat, karena berbeda. Kalau kejahatannya sudah diproses secara hukum. Tapi yang dikatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti," jelasnya.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syakir NF