Jakarta, NU Online
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji menilai kasus korupsi yang terjadi di salah satu perguruan adalah bentuk lain dari rapuhnya moralitas kampus yang digawangi oleh wakil pimpinan kampus.
“Padahal kan kampus ini tempat di mana mahasiswa ditempa, moralitas dijunjung tinggi. Kejadian-kejadian ini sangat jelas mencederai moralitas kampus,” tegas Ubaid kepada NU Online, Selasa (23/8/2022)
Kejadian tersebut, kata dia, juga membuat kampus kehilangan fungsi elan vitalnya di tengah masyarakat. Kampus mulai tergerus cita-cita luhurnya sebagai kekuatan transformasi sosial di tengah kepungan nilai-nilai pragmatisme.
“Kampus dihadapkan pada setumpuk masalah yang terus menggelayutinya. Mulai dari kekerasan mahasiswa maupun korupsi,” kata wakil ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan ini.
Baca Juga
NU Luncurkan Buku Jihad Melawan Korupsi
Kasus-kasus korupsi atau penyuapan di kampus, bagi dia, adalah kritik keras terhadap wajah pendidikan tinggi Indonesia. Kasus itu pun sekaligus merefleksikan bahwa korupsi sudah akrab dan bersarang di kampus termasuk mahasiswa dan akademisinya.
“Dari kejadian ini kita dapat menyimpulkan bahwa institusi pendidikan kita masih carut-marut,” ujar Ubaid.
Ia mengkhawatirkan kasus korupsi ini akan menjadi preseden buruk bagi warga kampus lainnya, terutama mahasiswa. Mahasiswa akan berpikir tindakan suap atau korupsi adalah hal biasa karena seorang pimpinan kampus juga melakukan hal yang sama.
“Inilah yang kemudian dikhawatirkan bisa mereproduksi realitas sosial yang sama,” tuturnya.
Untuk mencegahnya, Ubaid mengajak kepada sivitas akademika, khususnya elite-elite kampus yang mengemban amanah, untuk sama-sama memanfaatkan momentum ini sebagai jalan memperbaiki tata kelola kampus. Kampus harus kembali mengokohkan visi dan nilai-nilai luhur yang dianutnya.
“Menurut saya tidak ada yang perlu disesalkan, tapi bagaimana kasus ini dijadikan momentum yang tepat untuk melakukan perbaikan dari segi tata kelola, peningkatan kualitas, dan lainnya untuk memulihkan moralitas kampus,” jelasnya.
Data kasus suap di kampus
Melansir CNN Indonesia, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyebutkan sebanyak 86 persen koruptor yang ditangkap lembaga antirasuah itu berasal dari alumni perguruan tinggi, bahkan di atas S-1.
"Ada data yang menunjukkan 86 persen koruptor yang ditangkap KPK adalah lulusan perguruan tinggi, tentu itu ironis sekali," kata Ghufron.
Berdasarkan data 2004 hingga Mei 2021 tercatat sebanyak 739 kasus penyuapan yang ditangani KPK, kemudian terbanyak kedua yakni pengadaan barang dan jasa sebanyak 236 perkara.
Sedangkan penyalahgunaan anggaran sebanyak 50 perkara, tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebanyak 38 perkara, pungutan sebanyak 26 perkara, perizinan sebanyak 23 perkara, dan 10 perkara merintangi proses KPK.
Berdasarkan profesi, pencatatan terbanyak dari pihak swasta atau pelaku usaha yang melakukan tindak pidana korupsi sebanyak 343 orang dan terbanyak kedua yakni dari anggota DPR/DPRD sebanyak 282 orang.
Tindak pidana korupsi sudah menyebar hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, hingga Juni 2021 tercatat sebanyak 155 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Rinciannya, 22 gubernur dan 135 bupati/wali kota dan wakilnya.
Kasus korupsi terjadi di 25 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia, bahkan di Jawa Timur tercatat sebanyak 85 kasus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Fathoni Ahmad