Jumat 16 Juli Matahari Tepat di Atas Ka'bah, Saatnya Luruskan Arah Kiblat
Kamis, 15 Juli 2021 | 06:00 WIB
Jakarta, NU Online
Pada Jumat tanggal 16 Juli 2021 yang bertepatan dengan 6 Dzulhijjah 1442 H akan terjadi fenomena posisi matahari tepat berada di atas Ka’bah di Masjidil Haram Makkah. Peristiwa yang juga disebut dengan Rashdul Qiblat ini akan terjadi berdasarkan perhitungan yang tercantum dalam Almanak Hijriyyah Nahdlatul Ulama 1442-1443 H (2021) yang diterbitkan Lembaga Falakiyah PBNU.
“Rashdul Qiblat kali ini akan terjadi pada Jumat Pon 6 Dzulhijjah 1442 H / 16 Juli 2021 pada pukul 12:26:45 waktu Saudi Arabia, atau bertepatan dengan pukul 16:26:45 WIB di Indonesia,” kata Wakil Sekretaris LF PBNU Ma’rufin Sudibyo kepada NU Online, Kamis (15/7).
Di Indonesia jelasnya, Rashdul Qiblat dapat diamati di sebagian besar wilayah kecuali di propinsi Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua. Hal ini karena di tempat-tempat tersebut Matahari telah terbenam sebelum Rashdul Qiblat terjadi. Sementara pada propinsi-propinsi di pulau Sulawesi dan kepulauan Nusa Tenggara, kedudukan Matahari sudah cukup rendah sehingga terbuka peluang Matahari sudah tak terlihat atau tersembunyi di balik awan-awan di ufuk barat. Meskipun diperhitungkan masih mengalami Rashdul Qiblat.
Fenomena alam ini menjadi kesempatan penting untuk meluruskan kembali arah kiblat dengan cara yang mudah. Menurut Ma’rufin, saat Rashdul Qiblat terjadi, maka kita cukup mencari benda yang terpasang tegak lurus paras air setempat sebagai acuan. Misalnya sudut bangunan, atau yang paling sempurna adalah beban pendulum (lot) yang digantung pada tali.
“Kita juga membutuhkan jam yang sudah terkalibrasi, misalnya jam digital dalam gawai pintar kita. Tepat pada jam terjadinya Rashdul Qiblat, maka tandai bayang-bayang benda tersebut di tanah. Bayang-bayang tersebut akan sama dengan arah kiblat setempat,” jelasnya.
Tentang Rashdul Qiblat
Rashdul Qiblat adalah peristiwa unik dimana Matahari tepat berkedudukan di atas kiblat. Atau dalam istilah ilmu falak, saat Matahari tepat berkedudukan di titik zenith kiblat. Kiblat yang dimaksud di sini adalah sebuah area dengan luasan tertentu dimana Ka’bah menjadi pusatnya.
Mengacu kepada pendapat Imam Syafi’i, maka luasan kiblat bervariasi mulai dari luasan Masjidil Haram (bagi penduduk kota Makkah) hingga luasan tanah haram Makkah yakni untuk penduduk di seluruh dunia kecuali yang bertempat tinggal dalam lingkungan kota Makkah.
“Rashdul Qiblat merupakan kedudukan yang dicapai Matahari dalam siklus gerak semu tahunannya sebagai kombinasi antara perputaran Bumi mengelilingi Matahari dan miringnya sumbu rotasi Bumi,” jelas Ma’rufin.
Kota Makkah lanjutnya, berkedudukan pada garis lintang 21º 25’ LU. Pada saat Rashdul Qiblat terjadi, maka nilai deklinasi Matahari akan sangat berdekatan dengan nilai garis lintang kota Makkah. Sehingga manakala terjadi kulminasi atas di kota Makkah, maka Matahari akan berkedudukan pada titik zenith Makkah.
Dalam kondisi demikian maka setiap benda yang terpasang tegaklurus paras air di kota Makkah akan kehilangan bayang-bayangnya. Sebaliknya bayang-bayang dari benda yang sama namun berada di luar kota Makkah dan sedang tersinari Matahari akan tepat sama dengan arah kiblat setempat.
“Inilah sebabnya Rashdul Qiblat menjadi salah satu metode terakurat dalam mengukur arah kiblat,” pungkasnya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan