Nasional

Kabinet Gemuk Prabowo Berpotensi Hambat Asta Cita Presiden dan Boroskan Anggaran Negara

Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:00 WIB

Kabinet Gemuk Prabowo Berpotensi Hambat Asta Cita Presiden dan Boroskan Anggaran Negara

Pengamat Kebijakan Publik Ah Maftuchan saat diundang di forum PBB. (Foto: theprakarsa.org)

Jakarta, NU Online 

Presiden RI Prabowo Subianto telah melantik 109 menteri dan wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih. Kabinet yang tergolong gemuk ini dinilai berpotensi menghambat pelaksanaan program Asta Cita presiden, serta dapat menyebabkan pemborosan anggaran negara.


Pengamat Kebijakan Publik Ah Maftuchan menilai bahwa gemuknya kabinet Prabowo-Gibran dapat memengaruhi pengaturan kabinet. Presiden bersama para menteri koordinator perlu mengadopsi pendekatan orkestrasi yang efektif dalam hal koordinasi, supervisi, dan sinkronisasi antar kementerian dan lembaga.


“Jika Presiden Prabowo dan menteri koordinator tidak mampu melakukan koordinasi, supervisi, dan sinkronisasi yang efektif dan efisien akan berdampak tumbang tindihnya program kementerian antar-lembaga," kata Maftuchan kepada NU Online, Kamis (24/10/2024).


Maftuchan menambahkan bahwa gemuknya kabinet ini juga akan menyebabkan penambahan anggaran untuk belanja pejabat dan pegawai di kementerian baru atau kementerian yang dipecah. Ke depan, menurutnya, harus ada upaya-upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Tanpa ada peningkatan penerimaan negara yang signifikan, maka tentu kabinet gemuk akan membebani anggaran negara.


“Anggaran yang harusnya diprioritaskan untuk pelaksanaan program yang berdampak langsung pada masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan terkurangi karena ada kenaikan alokasi anggaran untuk belanja pegawai dan pejabat di kementerian/lembaga baru,” kata Maftuchan, Direktur The PRAKARSA, sebuah lembaga riset dan advokasi kebijakan. 


Maftuchan mendorong pemerintahan Prabowo melakukan satu mekanisme dan kelembagaan yang berperan, berfungsi memonitoring dan mengevaluasi kegiatan program yang dijalankan oleh kementerian lembaga serta pemerintah daerah. 


Fungsi monitoring dan evaluasi ini, menurutnya, bisa diperankan oleh kementerian koordinator untuk memperkuat orkestrasi antar-kementerian.


“Monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan oleh pemerintahan Prabowo dengan sungguh-sungguh dan hasil monitoring evaluasinya harus menjadi acuan bagi kementerian lembaga dan pemerintah daerah di dalam menentukan program kegiatan yang akan dijalankan,” ucapnya. 


Di sisi lain, monitoring evaluasi yang dilakukan oleh kementerian lembaga juga bisa memperkuat peran kementerian koordinator dalam koordinasi, supervisi dan sinkronisasi yang berbasis bukti-bukti atau kajian hasil monitoring evaluasi.


Ia mengusulkan pendekatan partisipatif dalam proses monitoring dan evaluasi dengan melibatkan organisasi non-pemerintah, seperti LSM, organisasi masyarakat sipil, atau lembaga kajian universitas. Dengan demikian, hasil evaluasi dapat lebih objektif dan tidak mudah diintervensi.


“Jika koordiansi, supervisi, dan sinkronisasi dilakukan berbasis hasil monitoring dan evaluasi maka kesan politisnya akan bisa diminimalisir dan apa yang disampaikan kementerian koordinator adalah sesuatu yang memang faktual berdasarkan metode monitoring evaluasi yang secara saintifik bisa dipertangggungjawabkan,” kata Pengurus Lakpesdam PBNU itu.