Nasional

Kaleidoskop 2025: Sejumlah Konflik Rakyat dan Penguasa pada 2025 yang Lahirkan Gelombang Protes

Ahad, 28 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kaleidoskop 2025: Sejumlah Konflik Rakyat dan Penguasa pada 2025 yang Lahirkan Gelombang Protes

Para Petani Pundenrejo saat mendatangi kantor Bupati Pati untuk melakukan audiensi pada Rabu (28/5/2025). Foto: Fajar Dhika.

Jakarta, NU Online

Konflik yang menuntut rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan melakukan protes terus terjadi selama tahun 2025. Hal ini dimulai pada awal tahun yakni pada bulan Februari 2025. Sebuah konflik agraria yang terjadi antara para petani Pundenrejo dengan PT Laju Perdana Indah (LPI) Pabrik Gula (PG) Pakis, Tayu, Pati, Jawa Tengah, yang terjadi berlarut-larut sebelumnya.


Pada Senin (10/2/2025), para petani Pundenrejo menggelar aksi di halaman kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pati. Mereka menuntut BPN untuk mengembalikan lahan yang dirampas PT LPI. Kemudian pada Rabu (12/2/2025), untuk menindaklanjuti tuntutan petani Pundenrejo tersebut, digelar audiensi di Gedung DPRD. Audiensi tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Germapun (Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo), Sedulur Sikep, Pemda Pati, Komisi A dan B DPRD Pati, BPN dan PT LPI. 


Namun, audiensi tersebut belum menemukan titik temu. Tuntutan para petani Pundenrejo belum dikabulkan. Namun, permohonan hak pakai PT LPI untuk mengelola lahan di Pundenrejo ditolak, karena tidak memenuhi syarat yaitu status lahan masih dalam sengketa.


Tragedi kembali menimpa para petani Pundenrejo, ratusan orang yang diduga orang-orang suruhan PT LPI mendatangi dan menghancurkan Joglo Juang atau Aup-Aupan di lahan garapan petani Pundenrejo. Selang beberapa minggu kemudian, aparat TNI dari Koramil 03/Tayu, Pati, mendatangi warga yang terlibat konflik. 


Sebulan kemudian, para petani Pundenrejo melaporkan penghancuran Joglo Juang dan premanisme yang diduga dilakukan oleh orang suruhan PT LPI. Sementara itu, pada Senin (2/6/2025), pihak petani Pundenrejo memenuhi panggilan Polresta Pati sebagai saksi atas laporan yang dibuat seorang petani Pundenrejo bernama Sarmin pada Jumat (9/5/2025) atas tindakan perusakan rumah oleh pihak yang diduga karyawan PT LPI.


Dalam konferensi pers yang digelar Germapun di depan pintu masuk Polresta Pati, mereka mengajukan tiga tuntutan yaitu menuntut penangkapan pelaku premanisme oleh PT LPI, penyelesaian konflik agraria di Pundenrejo, penetapan tanah garapan petani sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).


Aksi Indonesia Gelap

Aksi demonstrasi besar yang bertajuk Indonesia Gelap juga mengawali kaleidoskop konflik kerakyatan yang berbasis pada ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah. Aksi yang digelar ribuan mahasiswa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, pada 17 Februari 2025 dari siang hingga malam tersebut ingin menyuarakan 13 tuntutan utama.


Isu yang dibawa massa aksi Indonesia Gelap ini meliputi pendidikan gratis dan demokratis, reforma agraria sejati, serta penolakan terhadap revisi undang-undang yang dianggap melemahkan demokrasi dan memperkuat kekuasaan aparat. 


Mereka juga menuntut perlindungan masyarakat adat, evaluasi program makan bergizi gratis, peningkatan kesejahteraan dosen, pemberantasan korupsi melalui UU Perampasan Aset, serta reformasi menyeluruh di tubuh kepolisian dan birokrasi pemerintahan. 


Aksi rakyat Pati

Pada Selasa (12/8/2025), Kantor Bupati Pati, Alun-Alun Pati bagian utara hingga depan Gedung DPRD Pati, Jawa Tengah, dipenuhi tumpukan kardus-kardus berisi air minum serta makanan untuk demonstrasi. Selain kardus berisi air minum dan makanan ringan, juga tampak pisang bertundun-tundun hasil donasi warga Kabupaten Pati dan sekitarnya.


"Kira-kira (airnya) mencapai 14 ribuan dus. Jajanannya ada roti, snack, ada buah. Buahnya sedikit ya. Yang paling banyak roti," ujar Koordinator Lapangan (Korlap) Penggalangan Donasi Aksi, Teguh Istyanto.


Selanjutnya, pada 13 Agustus 2025, Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Bupati Pati. Mereka menolak kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.


Selain karena kenaikan PBB 250 persen, aksi ini juga dipicu sikap arogan Bupati Pati Sudewo yang menantang rakyat Pati untuk melakukan demonstrasi. Lalu pada 8 Agustus 2025, Sudewo akhirnya mencabut kebijakan tersebut.


Saat itu, ribuan masyarakat Pati tumpah-ruah membanjiri kawasan perkotaan Pati untuk menuntut lengsernya Bupati Sudewo. Karena di tengah ekonomi yang kurang membaik, justru Bupati Sudewo menaikkan pajak, bahkan menantang warganya untuk menggelar aksi.


Mohammad Nayif Abdillah, salah seorang massa aksi dari Aliansi Santri Pati untuk Demokrasi (Aspirasi) itu menegaskan, demonstrasi tersebut merupakan reaksi atas sikap Bupati Sudewo yang dianggap menantang rakyat Pati. Ia mendesak agar Sudewo turun dari jabatannya. "Lengserkan Sudewo. Karena sudah tidak pas sebagai pemimpin Pati, terlalu arogan dan tidak mengayomi," tuntutnya.


Sementara itu, upaya pemakzulan terhadap Bupati Pati Sudewo mengalami kegagalan setelah hasil sidang paripurna pada Jumat (31/10/2025) menunjukkan, dari 7 fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Pati, hanya 1 fraksi yang menyatakan pendapat agar Bupati Pati dimakzulkan. 


Demonstrasi Agustus

Gelombang demonstrasi besar juga terjadi pada 25-29 Agustus di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Medan, dan Makassar. Awalnya aksi ini dipicu oleh kekecewaan rakyat terhadap DPR yang menaikkan tunjangan anggota, lalu meluas menjadi kritik terhadap kebijakan ketenagakerjaan, outsourcing, dan reformasi kepolisian.


Bentrokan terjadi antara aparat dan massa, bahkan di Jakarta Pusat, pada tanggal 28 Agustus 2025, seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan tewas dilindas kendaraan taktis Brimob. Hal ini memicu kemarahan publik dan viral di media sosial. Sehingga memicu aksi susulan bahkan sejumlah pos polisi di Jakarta hangus dibakar massa.


Usai rangkaian aksi tersebut, muncul kampanye 17+8 Tuntutan Rakyat yang merangkum berbagai desakan masyarakat, mulai dari penegakan HAM, pemerataan kesejahteraan, hingga pengawasan proyek strategis nasional agar berpihak pada rakyat.


Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat setidaknya 3.337 orang ditangkap, 1.042 mengalami luka-luka, dan 10 orang meninggal dunia akibat tindakan represif aparat gabungan TNI-Polri yang terjadi sejak 25 hingga 31 Agustus 2025.