Nasional

Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Tingkatkan Pengangguran dan Kolapsnya UMKM

Sabtu, 23 November 2024 | 07:00 WIB

Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Tingkatkan Pengangguran dan Kolapsnya UMKM

Dampak kenaikan PPN 12%. (Ilustrasi: NU Online)

Jakarta, NU Online

Wakil Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Dewi Hutabarat menyatakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen akan mengancam penurunan jumlah tenaga kerja.


"Penurunan belanja yang menurun secara signifikan pada barang-barang yang diproduksi oleh industri besar dan menengah akan dapat berakibat pada penurunan jumlah tenaga kerja, sehingga berpotensi meningkatkan angka pengangguran," katanya kepada NU Online, Jumat (22/11/2024).


Dewi menjelaskan bahwa penurunan jumlah tenaga kerja ini disebabkan oleh masyarakat yang berduyun-duyun meminimalisasi belanja akibat barang-barang melonjak, sehingga barang-barang yang diproduksi oleh industri besar pun ikut menurun.


"Imbas pada daya beli buruh dan pekerja pasti akan terasa, karena secara efek-domino pasti berpengaruh pada kenaikan harga semua barang, termasuk sembako dan lain-lain yang sebenarnya tidak terkena PPN 12 persen itu," jelasnya.


UMKM terancam kolaps

Selain itu, Dewi juga mengatakan efek kedua adalah mengecilnya omzet dari usaha-usaha mikro seperti Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang diikuti dengan semakin banyaknya pekerja-pekerja informal yang tidak mendapatkan pekerjaan. 


"Ekonomi mikro yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi rakyat dan ekonomi negara, karena merupakan 98,8 persen dari seluruh pelaku usaha di Indonesia," jelasnya.


Dewi menegaskan, sebetulnya kenaikan PPN menjadi 12 persen sebenarnya adalah kenaikan 1 persen dari tahun sebelumnya, tahun 2021 PPN sudah naik 11%. Tetapi pengecualian tetap berlaku untuk kenaikan PPN karena dikenakan pajak lain yaitu Pajak Retribusi Daerah sebesar 10 persen.


"Antara lain tidak berlaku (PPN 12 persen) untuk sembako, hasil pertanian perikanan peternakan, pakan ternak, rumah sederhana, juga jasa angkutan, kesehatan, dan pendidikan. Juga makanan di warung, resto, hotel, juga tidak kena pajak 12 persen ini," jelasnya.


Tetapi, Demi menyebutkan banyak juga barang kebutuhan sehari-hari yang terkena pajak, seperti gas LPJ misalnya, sehingga untuk LPJ yang bersubsidi akan makin besar alokasi anggaran subsidinya, dan menaikkan harga LPJ yang non-subsidi.


"Sehingga besar kemungkinan akan meningkatkan pergeseran penggunaan dari LPJ non subsidi ke subsidi," jelasnya.