Nasional

Kenaikan Pajak Bikin Nasib Kelas Menengah Makin Terpuruk

Sabtu, 14 September 2024 | 06:00 WIB

Kenaikan Pajak Bikin Nasib Kelas Menengah Makin Terpuruk

Ilustrasi (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menyebutkan tiga faktor utama turunnya jumlah kelas menengah di Indonesia. Di antaranya karena kenaikan pajak. Menurut Wasisto, kenaikan pajak salah satu faktor utama makin terpuruknya kelas menengah di Indonesia. Apalagi pemerintah hendak menaikkan pajak jadi 12 persen pada 1 Januari 2025.


Faktor pertama adalah kenaikan Pajak Penghasilan (PPh). Menurut Pasal 21 dikenakan pada semua bentuk penghasilan, seperti upah, gaji, dan honorarium.


Lebih lanjut, Ia menyebutkan bahwa faktor kedua adalah kenaikan harga bahan pokok yang tidak diikuti dengan penghasilan masyarakat.

 

Menurut data BPS pada Februari 2024 terjadi inflasi year on year (y-on-y) sebesar 2,75 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,58. Inflasi provinsi y-on-y tertinggi terjadi di Provinsi Papua Selatan sebesar 4,61 persen dengan IHK sebesar 106,70 dan terendah terjadi di Provinsi Papua Barat Daya sebesar 1,81 persen dengan IHK sebesar 103,44.


"Dan juga (ketiga) pembatasan subsidi menjadi tiga faktor utama menurunnya kelas menengah," katanya saat dihubungi NU Online, pada Jumat (13/9/2024).


Hal itu terjadi disinyalir karena perekonomian Indonesia masih dipengaruhi sebagian besar dari sektor informal yang pendapatannya masih bisa saja naik turun apalagi setelah pandemi Covid-19.


"Saya pikir demikian, karena sebagian besar perekonomian Indonesia masih didominasi sektor informal yang mana pendapatannya masih fluktuatif pasca-pandemi," jelasnya.


Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah, Wasisto menyarankan agar pemerintah dapat menarik investasi dari dalam dan luar negeri untuk menghentikan penurunan jumlah kelas menengah ini.


"Kemitraan dengan swasta menjadi kunci melalui penyederhanaan aturan sehingga sektor swasta bisa tumbuh," terangnya.


Terkait minimnya jumlah investor, Pakar Ekonomi IPB, Jaenal Effendi, mengatakan bahwa hal itu dampak dari kebijakan pemerintah yang mempersulit masuknya investor luar negeri maupun dalam negeri.


“Kurangnya investor dari luar negeri maupun dalam negeri yang masuk dikarenakan peraturan pemerintah yang merugikan mereka (pihak perusahaan swasta) akhirnya mereka mengambil keputusan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawannya karena keterpaksaan keadaan bahkan sampai menutup perusahaannya,” ujar Jaenal kepada NU Online, Kamis (12/9/2024).


Sehingga, menurutnya pertumbuhan angkatan kerja yang tidak sebanding dengan penciptaan lapangan kerja formal kelas menengah ini, membuat tenaga kerja lebih banyak terserap pada pekerjaan informal.


“Naiknya jumlah angkatan kerja baru yang terjadi setiap tahun ini tidak diimbangi dengan pembukaan lapangan kerja formal yang harus didukung dan diupayakan oleh pemerintah,” terangnya.


Sejalan dengan itu, Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia menurun sebanyak 47,85 juta orang (17,13 persen) pada 2024.