Ketika Guru Madrasah Tak Berhenti Belajar: Kisah Perjuangan Yunus Mustofa Kuliah Sampai S3
Sabtu, 25 Oktober 2025 | 13:00 WIB
Mahmud Yunus Mustofa saat sedang mengajar di Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama 01 Banyuputih Batang pada Senin (15/9/2025). (Foto: dok. pribadi/Yunus)
Jakarta, NU Online
Di tengah kesibukannya mengajar dan mendidik generasi penerus bangsa, Mahmud Yunus Mustofa (32) tak berhenti menuntut ilmu. Berbekal kesabaran, dukungan keluarga, dan kerja keras, ia berhasil menuntaskan studi doktoralnya.
Perjalanan itu tentu tidak mudah. Setiap pagi, ia mengajar para siswa di madrasah, sementara malam harinya digunakan untuk menulis dan meneliti demi menyelesaikan tugas kuliah. Tantangan terbesar yang dihadapinya adalah membagi waktu antara tanggung jawab keluarga, kewajiban mengajar, dan tuntutan akademik.
Langkah awal Yunus untuk melanjutkan pendidikan tinggi muncul menjelang akhir masa studinya di Madrasah Aliyah. Saat itu, ia terinspirasi oleh kakak kelasnya yang berhasil masuk perguruan tinggi. Dari situlah tumbuh semangat baru dalam dirinya untuk menapaki jalur pendidikan tinggi.
“Kalau latar belakang masa kecil sebenarnya saya di MI Sembung, MTs Nurul Huda Banyuputih dan MANU 01 Banyuputih itu tidak ada niatan untuk kuliah. Karena memang melihat dari latar belakang keluarga yang notabene ya hanya cukup, tidak berasal dari orang yang berkemampuan finansial besar,” ujarnya kepada NU Online, Rabu (22/10/2025).
Setelah lulus MA, ia sempat berpikir bahwa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi adalah langkah baik. Namun, saat itu ia tak berani mengutarakan keinginannya kepada orang tua karena khawatir tidak diperbolehkan. Bahkan ketika akhirnya diterima di UIN Walisongo, ia mendaftar secara mandiri tanpa sepengetahuan keluarga, hanya bermodal nilai ijazah dan surat rekomendasi dari kepala madrasah.
“Saya ke kampus bisa dikatakan kabur lah, kabur dan mendaftar ternyata malah keterima di situ, nah baru saya ngomong sama orang tua,” kenangnya.
Selama kuliah, kondisi ekonomi Yunus bisa dibilang pas-pasan. Ia bahkan hampir berhenti kuliah karena ayahnya mengalami kecelakaan hingga tidak lagi bisa bekerja. Namun keinginan kuat untuk menyelesaikan pendidikan membuatnya berusaha keras mencari cara agar tetap bertahan.
“Kalau tantangan terberat S1 itu sebenarnya ya termasuk di finansial. Karena dulu saya termasuk orang yang telat informasi di kelas karena tidak punya HP. Baru punya HP itu di semester ketiga kalau nggak salah. Kemudian saya juga baru bawa motor itu di akhir-akhir semester 5 atau 6. Punya laptop itu pun hasil dari saya dapat beasiswa. Dulu dapat beasiswa DIPA 2 kali, Rp1.500.000, kemudian saya belikan Laptop Axioo. Laptop itu yang saya gunakan untuk layout. Kemudian dapat order dan sebagainya, itu yang kemudian menambah finansial ketika S1,” ungkap Yunus.
Pria asal Dukuh Sari, Desa Sembung, Banyuputih, Batang, Jawa Tengah itu juga pernah mendirikan lembaga bimbingan belajar bernama IDEA yang bertahan sekitar dua tahun. Meski terkendala ekonomi, ia tidak ingin membebani orang tua. Kebutuhan selama kuliah cukup banyak, sementara kemampuan ekonomi keluarga terbatas. Ia pun berusaha mencari penghasilan tambahan dengan berbagai cara.
“Saya pernah dulu itu sampai nunut bus dari Semarang ke Pekalongan untuk berjualan batik, ya mengambil meminta modal dari orang tua, modal sisa-sisa, kemudian dijualkan batik dari Pekalongan ditawarkan di kelas-kelas dulu saya pas ketika S1. Saya juga pernah mulung, mengambil bekas-bekas botol, ikut nyablon orang juga pernah sampai akhirnya dulu sudah mulai tertata, tidak terlalu pikirannya cetek lah,” lanjut Yunus.
Yunus bersyukur karena perjuangannya selama kuliah S1 terbantu oleh sejumlah beasiswa, seperti Beasiswa Mandiri dan Beasiswa DIPA berkat prestasi akademiknya. Melalui salah satu beasiswa tersebut, ia bahkan berkesempatan mengikuti pelatihan di Banten.
Melanjutkan studi S2
Motivasi untuk melanjutkan studi S2 muncul ketika Yunus mulai mengajar di MI Islamiyah Kedawung setelah lulus S1 pada 2015. Saat itu, ia menyadari adanya kesenjangan antara teori di kampus dan praktik di lapangan. Banyak teori pendidikan yang ideal di kelas ternyata tidak sepenuhnya relevan ketika diterapkan di madrasah.
Kesadaran itu mendorongnya memperdalam ilmu di jenjang S2 dengan tujuan mengembangkan teori agar lebih aplikatif di lingkungan madrasah. Saat kuliah di Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, ia mendapat beasiswa dari Kementerian Agama RI yang membantu menopang kebutuhan finansialnya.
“Karena pada saat S2 saya juga sambil masih mengajar di madrasah. Jadi motivasi saya sebenarnya untuk melanjutkan di S2 itu untuk pengembangan keilmuan demi anak-anak itu tadi. Karena tahu sendiri kan anak MI itu seperti apa karakternya, kemudian berasal dari latar belakang yang berbeda. Alhamdulillah mendapatkan Beasiswa Kemenag RI,” ujarnya.
Saat kuliah S2, Yunus sudah berkeluarga tetapi mengajar tetap tak ditinggal. Momen inilah saat-saat paling berat baginya. Ia tinggal di rumah kontrakan sederhana bersama istrinya.
Istrinya ketika itu juga masih kuliah S2 Unnes, sedangkan Yunus di Unwahas. Tujuh hari selama satu pekan, ia benar-benar harus membagi waktu antara kuliah dan mengajar. Empat hari untuk mengajar, tiga hari untuk kuliah.
"Bahkan ketika istri saya sudah mengandung, saya bagi waktu antara madrasah, kuliah di Semarang, dan Rembang ketika istri saya ke sana,” kata Yunus.
Menurutnya, manajemen waktu tidak cukup dipelajari secara teori, tetapi harus dijalani dengan kesadaran dan prioritas.
“Jadi manajemen waktu itu tidak akan bisa secara teori sebenarnya, hanya dilakukan saja, just do it seperti itu. Tapi ada skala prioritas-skala prioritas tersendiri,” katanya.
Yunus merasa kewalahan karena tanggung jawab ganda. Karena bagi saya. Namun, ia punya prinsip bahwa bekerja tak lagi dianggap hanya melakukan tugas dan kewajiban, tetapi ia sangat menikmati tugas itu.
"Jadi ada istilah namanya quiet-quitting dalam pekerjaan. Jadi kita hanya mengerjakan apa yang menjadi tugas kita sajalah,” sambungnya.
Di antara 2019-2020, Yunus mengajar di MANU 01 Banyuputih, kemudian mengambil cuti belajar 2020-2024 untuk menempuh S3. Motivasinya melanjutkan studi bukan untuk mengejar jabatan, tetapi untuk memperdalam ilmu agar lebih bermanfaat bagi para siswanya.
Tantangan selama studi S3
Motivasi Yunus Mustofa saat menempuh S3 tidak jauh berbeda dari sebelumnya, yakni untuk mengembangkan keilmuan. Ia berhasil meraih beasiswa LPDP setelah melalui proses persiapan selama setahun.
“Jadi kita harus berupaya untuk terus mengembangkan keilmuan kita agar bisa menjadi solusi atas problem pendidikan yang ada di madrasah, pesantren, atau masyarakat,” terangnya.
Tujuan Yunus berkuliah hingga S3 bukanlah menjadi dosen, tapi untuk mengembangkan keilmuan yang akan bermanfaat untuk anak didiknya.
"Tujuan kita adalah satu, li izalatil jahli, menghilangkan kebodohan. Yang kedua, mencari ridha Allah. Yang ketiga, untuk pengembangan keilmuan anak-anak kita,” katanya.
Menjadi guru sekaligus mahasiswa doktoral tentu bukan hal ringan. Ada masa-masa ketika ia harus menyiapkan bahan ajar di pagi hari, lalu menulis disertasi hingga larut malam.
“Tentu saja keluarga itu menjadi dorongan utama ketika misalkan kita sedang bahan bakarnya menurun, tidak semangat. Itu anak-anak, istri terutama, memberikan dorongan moral untuk segera menyelesaikan tanggung jawab itu. Karena sekali lagi LPDP itu tanggung jawab dari negara yang harus kita selesaikan,” jelasnya.
Yunus membiasakan diri membaca minimal 15-20 menit setiap hari, baik jurnal maupun buku, karena menurutnya membaca, berdiskusi, dan menulis adalah tiga hal yang tak bisa dipisahkan.
Ia biasa menulis di atas pukul 21.00 atau setelah pukul 03.00 dini hari. Baginya, waktu-waktu paling produktif biasanya pada setelah shalat isya atau antara pukul 20.00-22.00 WIB. Ia menulis di sela-sela mempersiapkan materi pelajaran untuk anak didiknya di sekolah.
Momen kuliah S3 merupakan satu hal paling krusial dalam hidupnya. Yunus sampai pindah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ke UIN Walisongo hanya gara-gara faktor nonakademis, yaitu karena anaknya tak bisa ditinggal sehingga ia harus pulang dua minggu sekali.
“Itu sangat menguras tenaga, pikiran, juga finansial. Kemudian saya putuskan untuk berpindah ke Semarang, daripada saya paksakan di Jakarta, keluarga saya kemudian anak saya tidak terurus, sakit-sakitan, saya mengambil langkah untuk berpindah,” lanjutnya.
Pada Jumat, 12 Juli 2024, Yunus berhasil mempertahankan disertasinya berjudul Pesantren Hybrid: Studi Transformasi Tradisi Intelektual Pesantren di Indonesia. Sidang terbuka yang dipimpin langsung oleh Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Nizar mengukuhkannya sebagai doktor.
Kembali mengajar
Meski telah bergelar doktor, Mahmud Yunus Mustofa tetap memilih kembali mengajar di MANU 01 Banyuputih Batang dan membimbing santri di Pondok Pesantren An-Nahdliyah Banyuputih.
Ia juga dipercaya menjadi Ketua Pimpinan Ranting GP Ansor Desa Sembung Masa Khidmah 2024-2027 sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Yunus kini juga mengajar di UIN Walisongo Semarang dan Sekolah Tinggi Islam Kendal. Dua kampus tersebut menjadi ruang baginya untuk memperluas pengabdian dan berbagi pengalaman kepada calon pendidik dan pemimpin masa depan.
“Untuk bapak ibu guru yang mengajar dan menginginkan melanjutkan perkuliahan, sebenarnya motivasi diri itu yang menjadi kunci. Karena keterbatasan itu sekarang sudah tidak lagi menjadi kendala. Tinggal kita bagaimana mengambil kesempatan itu, mau atau tidak. Karena kalau alasannya beban keluarga dan pekerjaan, justru itu yang menjadi motivasi kita,” katanya.
Menurut Yunus, keluarga bukanlah beban, melainkan sumber motivasi. Dalam teori pembelajaran, motivasi internal berasal dari diri sendiri, sementara motivasi eksternal datang dari lingkungan, terutama keluarga.
"Setelah melewati S1 hingga S3, pelajaran paling berharga tentang manajemen waktu dan pengorbanan keluarga yang saya rasakan sebenarnya sangat besar, terutama orang tua, istri, dan anak," kata Yunus.
Tanpa mereka, dorongan untuk menyelesaikan S3 sangat sulit digapai oleh Yunus. Terlebih di tengah manajemen finansial.
"Itu kita harus benar-benar membagi antara mana prioritas penelitian, keluarga, dan lain sebagainya,” pungkasnya.