Ketua DPR: Pembentukan Undang-Undang Harus Libatkan Partisipasi Masyarakat
Jumat, 16 Agustus 2024 | 14:30 WIB
Puan Maharani saat membuka Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun sidang 2024 yang digelar di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI Jakarta, Jumat (16/8/2024). (Foto: tangkapan layar TV Parlemen)
Jakarta, NU Online
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan dalam membentuk Undang-Undang harus dilakukan meaningful participation melibatkan kalangan masyarakat yang berkepentingan dan/atau terdampak atas pengaturan oleh Undang-Undang.
Hal ini disampaikan Puan dalam membuka Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun sidang 2024 yang digelar di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI Jakarta, Jumat (16/8/2024).
“DPR RI dan pemerintah harus mendengarkan suara rakyat, membuka mata dan telinga atas aspirasi rakyat secara hikmat dan bijaksana sehingga pembentukan Undang-Undang dapat berjalan tertib memberikan perlindungan, jalan kesejahteraan, keadilan, SDM negara dan lainnya,” ujar Puan.
Puan memaparkan sejumlah kinerja Undang-undang yang dibuat DPR RI. Terdapat 166 Undang-undang yang dibahas DPR RI bersama dengan pemerintah melalui kelengkapan alat DPR RI sebagai berikut:
- Komisi 1: 8 Undang-Undang
- Komisi 2: 80 Undang-Undang
- Komisi 3: 5 Undang-Undang
- Komisi 4: 1 Undang-Undang
- Komisi 5: 1 Undang-Undang
- Komisi: 5 Undang-Undang
- komisi 7: 1 Undang-Undang
- Komisi 8: 1 Undang-Undang
- Komisi 9: 1 Undang-Undang
- Komisi 10: 1 Undang-Undang
- Komisi 11: 5 Undanh-Undang
- Badan Legislasi: 9 Undang-Undang
- Badan Anggaran: 1 Undang-Undang
- Panitia Khusus DPR RI: 4 Undang-Undang
Puan menekankan sesuai dengan amanat konstitusi, DPR RI bersama Pemerintah harus berkomitmen membentuk Undang-Undang untuk memenuhi kebutuhan nasional.
“DPRI RI harus punya komitmen yang kuat menyusun substansi agar berisi keberpihakan kepada rakyat, mengutamakan kepentingan nasional, menjaga persatuan dan kesatuan serta selaras dengan UUD 1945,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa tanpa komitmen ini, Undang-Undang berpotensi menjadi alat untuk melegitimasi kekuasaan yang sewenang-wenang, dan bahkan bisa menjadi sarana untuk membajak kekuasaan demi kepentingan tertentu.
"Tanpa komitmen ini, Undang-Undang dapat menjadi jalan untuk melegitimasi kekuasaan sewenang-wenang, UU dapat menjadi alat untuk membajak kekuasaan untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu perlu memastikan UU untuk kepentingan lebih besar,” tandasnya.