Jakarta, NU Online
Indonesia merupakan bangsa yang dihuni oleh umat beragama majemuk, ada Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Tetapi semua tetap hidup rukun dan berdampingan. Oleh karena itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menegaskan, tidak agama yang mengajarkan permusuhan.
“Tiak ada agama yang mengajarkan perpecahan. Semua agama mengajarkan persatuan, persaudaraan, dan kerukunan,” jelas KH Said Aqil saat menyambut acara Senandung Doa untuk Negeri yang diselenggarakan secara daring dan disiarkan langsung melalui saluran youtube, Selasa (17/8) malam.
Dalam acara yang bertajuk Syukur dan Pengharapan di Hari Kemerdekaan RI dan diikuti oleh lintas agama itu, Kiai Said mengajak seluruh umat untuk mementingkan persatuan dan kerukunan. Jangan sampai perbedaan menjadikan sekat antar umat beragama.
“Mari kita hilangkan sekat-sekat perbedaan. Mari kita bersatu dan bergotong royong, menyatukan sikap, demi kemajuan, keselamatan, dan keutuhan Republik Indonesia,” ajaknya.
Bangsa Indonesia solid
Salah satu ilmuan politik Amerika Serikat Samuel Philips Huntington dalam bukunya yang berjudul The Clash of Chivilization and the Remaking of World Order (1996), memprediksi akan terjadinya konflik peradaban. Tetapi hal itu dibantah oleh Kiai Said. Menurutnya, prediksi Huntington tidak akan pernah terjadi di Indonesia.
“Mari kita tunjukkan bahwa prediksinya tidak bisa terbukti di negeri ini,” tegas Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah itu.
Disampaikan oleh Kiai Said, Indonesia memang terdiri dari masyarakat lintas agama. Tetapi selamanya akan tetap solid. “Kita akan tetap rukun, solid, dan bersatu. Tidak pandang agamanya apa, sukunya apa, budayanya apa, kita tetap bersatu di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tuturnya.
“Sekali lagi, mari kita perkuat persatuan dan persaudaraan. Kita tunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersatu, bangsa yang besar, bangsa yang membangun persaudaraan dengan tulus dan ikhlas (di) lintas agama, lintas budaya, lintas suku, dan lintas sekte,” pungkasnya.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Syamsul Arifin