Nasional

Kiai Zulfa Sebut Pentingnya Utamakan Kualitas Keberagamaan Umat dalam Perumusan Hukum

Kamis, 28 November 2024 | 11:00 WIB

Kiai Zulfa Sebut Pentingnya Utamakan Kualitas Keberagamaan Umat dalam Perumusan Hukum

Wakil Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa saat memberikan pidato kunci pada Pembukaan Seminar Istinbath Hukum Islam, Hukum Diniyah, dan Bahtsul Masail Metode Penentuan Awal Bulan Hijriah di Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Tangerang Selatan pada Kamis (28/11/2024). (Foto: NU Online/Esky Pahlevi)

Jakarta, NU Online

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa menyampaikan pentingnya mengutamakan kualitas keberagamaan umat dalam menentukan hukum yang berkaitan dengan permasalahan masyarakat secara umum.


"Seorang ulama, seorang mufti harus paham tadayyunun nufuusi (kualitas keberagamaan masyarakat) itu dzuu tafaawutin memiliki perbedaan kelas," jelas Kiai Zulfa dalam pidato kuncinya pada Pembukaan Seminar Istinbath Hukum Islam, Hukum Diniyah, dan Bahtsul Masail Metode Penentuan Awal Bulan Hijriah di Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Tangerang Selatan pada Kamis (28/11/2024).


Kiai Zulfa memaparkan dua bait terakhir dari kitab Dhawabit Bahtsul Masa'il wal Ifta inda Nahdlatil Ulama yang ditulisnya ketika berada di Afghanistan. Dua bait terakhir dari kitab tersebut menjelaskan tentang perlunya seorang ulama memahami perbedaan kelas dalam kualitas keberagamaan umat.


"Dalam bait ini saya katakan maka kadar tadayyunun nufus (kualitas keberagamaan masyarakat itu) harus kita bedakan," ujarnya.


Seorang ulama tidak bisa memberikan pandangan yang berat kepada unsur masyarakat dengan kualitas keberagamaan lemah.


Mengutip Imam Sya'roni melalui Kitab Mizanul Kubro Kiai Zulfa menyampaikan, "Kalau memang kualitas keberagamaan pribadi itu kuat, kasih pandangan yang kuat (adzimah)."


"Kalau kemudian masyarakat itu memang kualitas (pemahaman agamanya) masih rendah, kasih yang rendah," imbuhnya.


Jika yang terjadi sebaliknya, fatwa atau pandangan yang seharusnya memberikan solusi ketika diberikan, malah menimbulkan permasalahan baru karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan tingkat pemahaman agamanya beragam.


Sebagai contoh, Kiai Zulfa mengisahkan Muallim KH Syafii Hadzami saat beliau ditanya hukum bunga bank. Ulama Betawi itu menjawab bunga bank haram bagi dirinya. Akan tetapi, bagi masyarakat yang belum bisa melepaskan urusannya dari perbankan sebaiknya mengambil pendapat ulama NU yang berpandangan bunga bank hukumnya makruh atau syubhat.


Selain itu, dalam memberikan pandangan, seorang ulama perlu memahami jenis permasalahan yang khusus (khos) dan yang umum (amm), sehingga kewenangan dan porsi pemberian fatwa jelas dan tepat.


Dalam Seminar Istinbath Hukum Islam ini, akan disosialisasikan perumusan hukum dalam bahtsul masail Nahdlatul Ulama yang memiliki hierarki (tingkatan) berdasarkan jenis kekhususan dan keumuman masalah tersebut.


Selain itu, terdapat tiga agenda utama dari acara ini. Pertama, Seminar Istinbath Hukum Islam yang akan dipandu oleh Wasekjen PBNU H Silahuddin dengan narasumber KH Abdul Moqsith Ghazali dan Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh.


Kedua, Bahtsul Masail Diniyah: Metode Penetapan Awal Bulan Hijriyah. Bahtsul masail ini akan dipandu oleh pengurus Lembaga Falakiyah PBNU (LF PBNU) dengan mushahhih KH Ahmad Fahrurrozi dan Prof KH Ahmad Izzuddin.


Ketiga, Seminar Hukumah Diniyah yang akan disampaikan oleh KH Ulil Abshar Abdalla dan Prof Rumadi Ahmad.


Sekira 200 orang peserta dari PWNU, PCNU, pimpinan pondok pesantren, serta akademisi akan mengikuti agenda ini.


Sebagai informasi, Seminar Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail PBNU terselenggara atas kerja sama dengan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Ditjen Pendis Kementerian Agama (Kemenag) RI. Forum ini diselenggarakan secara berkelanjutan di 12 titik yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, dan Maluku.