Kisah Para Ayah Pekerja Informal di Jakarta, Bertarung dengan Ketidakpastian
Rabu, 12 November 2025 | 21:00 WIB
Dedi (44), seorang penjual es krim, saat ditemui NU Online di sekitaran Monas, pada Rabu (12/11/2025). (Foto: NU Online/Suwitno).
Jakarta, NU Online
Hari ini, 12 November 2025, diperingati sebagai Hari Ayah Nasional. Di Kota Jakarta, banyak sosok ayah yang berjuang demi menghidupi keluarganya dengan memilih pekerjaan informal.
Ada yang menjadi pengemudi ojek online, pedagang kaki lima, penjual jasa, hingga menjual barang bekas. Penghasilan mereka ditentukan bukan oleh gaji tetap, tetapi oleh keuntungan dari setiap dagangan atau jasa yang dijajakan. Meski penghasilan tidak pasti, mereka tetap gigih mencari nafkah.
Salah satunya, Dedi (44). Ia sehari-hari berjualan es krim keliling. NU Online menjumpai Dedi di sekitaran Monumen Naisonal (Monas), pada Rabu (12/11/2025).
Sehari-hari ia menjajakan es krim di sekitaran Monas atau Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Itu semua ia lakukan setiap hari. Dedi berangkat menggunakan transportasi umum, Transjakarta dari Terminal Kampung Rambutan sejak selepas subuh hingga pukul 22.00 WIB.
Pada momentum Hari Ayah Nasional ini, Dedi bertekad bahwa seorang ayah harus mampu bertanggung jawab. Apa pun hasil yang didapat, ia tetap harus bersyukur dan merasa cukup.
“Pokoknya harus tanggung jawab kepada keluarga. Jangan menyerah, jangan lupa keluarga. Ya untuk keluarga dicukup-cukupin lah, istri nggak kerja, hanya saya yang kerja. Kalau buat tambahan ya paling jualan lem, pulpen, ngisi-ngisi ke warung,” kata Dedi.
Ia menaruh harapan kepada pemerintah agar memberikan bantuan modal usaha. Sementara kepada para ayah, ia berpesan agar selalu sayang kepada keluarga.
“Semoga pemerintah membantu saya untuk tambahan modal usaha. Kepada ayah-ayah jangan lupa keluarga, jangan lupa istri dan anak,” harap Dedi.

Baca Juga
Kualat karena Berbohong kepada Sang Ayah
Kemudian, ada Jalil (40) yang berprofesi sebagai penyedia jasa reparasi jam tangan keliling. Ia adalah seorang ayah yang merantau ke Jakarta untuk menghidupi istri dan dua orang anaknya di Tasikmalaya.
“Semoga disehatkan saja, digampangkan rezeki dan bisa ibadah, gitu saja. Ya alhamdulillah dicukup-cukupkan saja,” kata Jalil, saat ditanya soal Hari Ayah.
Dari pekerjaan yang ditekuninya itu, Jalil mengaku berpenghasilan tak menentu.
“Untuk omzet nggak menentu, kadang sehari dapat kadang nggak. Tapi ya alhamdulillah saja sih untuk makan mah ada saja,” katanya.
Ia berharap agar selalu diberi kekuatan untuk menjadi ayah yang baik dan anak-anaknya bisa menjadi orang yang sukses di kemudian hari.
“Spesial Hari Ayah, semoga anak saya sukses dan bisa berbakti kepada kedua orang tua. Yang segala dicita-citakan bisa tercapai,” harapnya.

NU Online juga menemui Ali Muntara (62), seorang sopir bajaj. Ia mengaku saat ini sedang merasa prihatin, karena transportasi bajaj kurang diminati masyarakat.
“Narik bajaj saat ini susah, udah kalah sama ojek online. Narik bajaj nunggu penumpang dengkul sampai pegel. Kadang cuman muter-muter sampai bahan bakar gas habis,” katanya.
“Kemarin saja saya nggak bisa setor. Kalau saya setorin ke yang punya bajaj, keluarga saya nggak kebahagiaan,” lanjutnya.
Meski begitu, Ali berharap bisa menikmati sisa usianya di kampung halaman. Namun, ia masih harus terus berjuang demi menghidupi keluarganya.
“Ya mudah-mudahan saya dan keluarga saya diberikan panjang umur, dan dikasih kesehatan,” harapnya.