Komisi Rekomendasi Muktamar NU: Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan Kesehatan di Indonesia Rendah
Rabu, 1 Desember 2021 | 20:00 WIB
Sebagian besar warga Indonesia masih berada di garis kemiskinan. Oleh karena itu, iuran BPJS harus ditanggung sendiri oleh pemerintah. (Ilustrasi: buruh nelayan di pesisir)
Jakarta, NU Online
Salah satu yang menjadi sorotan dalam Komisi Rekomendasi Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) adalah soal sistem jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan. Hal itu diusulkan oleh Direktur Eksekutif Prakarsa, Ah Maftuchan, agar masuk ke dalam draf rekomendasi dari Muktamar NU mendatang.
Menurut Maftuh, perlu adanya reformasi sistem jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan. Sebab sistem jaminan sosial yang dijalankan pemerintah Indonesia saat ini belum diterima secara total oleh masyarakat.
“Karena sebagian warga, khususnya kelompok menengah atas yang berkontribusi di dalam iuran jaminan sosial itu terkadang masih belum ikhlas dan rela untuk patuh membayar sebagai bentuk gotong-royong, sehingga dampaknya adalah defisit BPJS Kesehatan,” kata Maftuh dalam Focus Group Discussion (FGD) Ekonomi dan Kesejahteraan yang digelar secara daring oleh Komisi Rekomendasi Muktamar ke-34 NU, pada Rabu (1/12/2021).
Padahal, lanjutnya, sebagian besar warga Indonesia masih berada di garis kemiskinan atau setengah miskin dan mendekati miskin. Karena itu, iuran BPJS harus ditanggung sendiri oleh pemerintah. Hal tersebut tentu menjadi persoalan, terutama soal kualitas dan keberlanjutan program jaminan sosial di Indonesia.
Badan Pusat Statistik mencatat, terdapat 27,54 juta penduduk miskin pada Maret 2021. Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2020 sebesar 7,88 persen naik menjadi 7,89 persen pada Maret 2021. Sementara presentase penduduk miskin perdesaan pada September 2020 sebesar 13,20 persen turun menjadi 13,10 persen pada Maret 2021.
Jika dibanding September 2020, jumlah penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2021 naik sebanyak 138,1 ribu. Dari 12,04 juta orang pada September 2020 menjadi 12,18 orang pada Maret 2021.
Garis kemiskinan pada Maret 2021 tercatat sebesar Rp472.525 per kapita per bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp349.474 (73,96 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp123.051 (26,04 persen).
Pada Maret 2021, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,49 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya garis kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp2.121.637 per rumah tangga miskin per bulan.
Menurut Maftuh, persoalan jaminan sosial di Indonesia ini harus diketengahkan ke masyarakat agar skema asuransi sosial tidak dibangun oleh mekanisme pasar, tetapi juga dengan asas gotong-royong bisa dikembangkan lebih baik di Indonesia.
Ia menekankan bahwa organisasi kemasyarakatan seperti NU perlu menaruh perhatian lebih serius di bidang kesejahteraan, terutama mengenai sistem jaminan sosial ini.
“Saya sebagai warga NU berharap banyak kepada NU untuk memberikan perhatian besar terhadap jaminan sosial kesehatan, sehingga NU benar-benar melakukan advokasi yang lebih praktis terhadap hak-hak kesehatan masyarakat. Tidak hanya memperbanyak rumah sakit, tetapi secara sistem juga perlu terlibat untuk pengembangan,” jelas Maftuh.
Di sisi lain, katanya, warga NU banyak yang berprofesi sebagai pekerja informal seperti guru ngaji di pesantren-pesantren dan mushala. Pekerjaan tersebut jelas tidak ada kontrak kerja sama mengenai sistem jaminan sosial.
“Pengabdian publiknya yang layak diapresiasi itu juga belum bisa mengakses jaminan sosial ketenagakerjaan. Kita punya harapan bahwa guru-guru ngaji itu bisa punya jaminan sosial ketenagakerjaan. Misalnya mengalami kecelakaan saat perjalanan mengajar ngaji, itu bisa klaim asuransi,” pungkas Maftuh.
Dalam FGD Komisi Rekomendasi yang membahas mengenai ekonomi dan kesejahteraan ini, hadir pula Kepala Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI Agus Zainal Arifin.
Di kesempatan itu, ia memaparkan mengenai data kemiskinan di Indonesia dan data penerima bantuan sosial yang kerap terjadi persoalan di lapangan. Namun saat ini, katanya, persoalan data bisa diperbaiki sehingga misalnya tidak ada data ganda penerima bansos.
Selain itu, hadir pula Ketua Komisi Rekomendasi Muktamar ke-34 NU Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Alhafiz Kurniawan