Komisioner KPAI Ungkap Faktor Utama Anak Berperilaku Negatif, Salah Satunya soal Pengasuhan
Ahad, 11 Agustus 2024 | 13:00 WIB
Komisioner KPAI Aris Adi Leksono (tengah) saat menjadi pemateri pada kegiatan Sosialisasi Kajian Peran Strategis Guru NU dalam Mencegah Judi Online di Lingkungan Satuan Pendidikan dilaksanakan oleh Pimpinan Wilayah (PW) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jakarta di kantor PWNU Jakarta Jalan Utan kayu, Matraman, Jakarta Timur pada Jumat (9/8/2024). (Foto: dok. Pergunu)
Jakarta, NU Online
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menyampaikan beberapa faktor utama yang membuat anak berperilaku negatif.
Pertama, menurut Aris, adalah soal pengasuhan anak. Hal ini berdasarkan kajian dan laporan aduan yang diterima KPAI mengenai berbagai macam perilaku negatif yang muncul pada anak.
Demikian disampaikan Aris saat menjadi pemateri pada kegiatan Sosialisasi Kajian Peran Strategis Guru NU dalam Mencegah Judi Online di Lingkungan Satuan Pendidikan yang dilaksanakan oleh Pimpinan Wilayah (PW) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jakarta di kantor PWNU Jakarta jalan utan kayu, Matraman, Jakarta Timur pada Jumat (9/8/2024).
“Kesimpulan selama saya di KPAI, hal yang membuat kenapa hari ini anak kita gampang melakukan hal-hal yang menyimpang dan berperilaku negatif itu hanya dua. Pertama, soal pengasuhan dalam arti luas, baik pengasuhan oleh orang tua langsung maupun tidak langsung atau pengasuhan alternatif yang menjadi tanggungjawab bapak-ibu guru,” ujar Aris.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Pergunu itu menjelaskan bahwa anak dengan pengasuhan yang baik, akan memunculkan mental dan karakter yang baik pula seiring tumbuh kembang si anak. Dengan begitu, anak dapat melakukan kontrol sendiri. Sebagai buktinya, anak dapat menilai bahwa judi online merupakan perilaku negatif yang dapat membahayakan sehingga anak tidak akan melakukannya.
Faktor kedua yang membuat anak berperilaku negatif adalah karena ada industri candu. Menurut Aris, anak yang terpapar narkoba, pornografi, dan dampak negatif lainnya dari industri digital lainnya.
"Hanya dua itu saja. Apabila keduanya bisa teratasi, anak kita akan tumbuh dengan cinta, maka kita yang selalu lebih dekat dengan anak harus bisa menyelesaikan dua tantangan tersebut,” jelas Aris.
Untuk itu, ia berpesan bahwa pengasuhan anak menjadi sangat penting karena akan menentukan si anak dapat tumbuh kembang sesuai harapan. Meskipun pertumbuhan media digital terus menyertai perkembangan anak, peran pengasuhan menjadi sangat penting untuk membentengi anak dari perilaku menyimpang.
Lebih lanjut, Aris mengajak para orang tua dan pendidik di satuan pendidikan untuk terus berperan memberantas judi online demi generasi masa depan Indonesia lebih baik.
“Jika tidak selesai, maka semua akan menjadi sulit. Peran bapak-ibu sebagai pendidik harus lebih baik. Maka bergerak serentak berantas judi online,” tegas Aris.
Lebih lanjut, Aris mengatakan bahwa selama ini anak mudah terpapar judi online karena orang tua atau pengasuh anak memberikan alat digital seperti handpone. Kemudian anak menggunakan alat itu untuk bermain sebebas mungkin.
Orang tua atau pengasuh tidak mengetahui kalau di anak telah mengunduh aplikasi permainan judi online, sehingga anak bermain tanpa pengasuhan yang baik.
“Masalahnya, orang tua atau pengasuh anak tidak tahu aplikasi permainan judi online. Tidak tau cara transaksinya, tidak tau cara mainnya, tidak tahu kalau itu permainan judi online. Baru sadar, saldo berkurang dan habis. Anak minta uang, dikira orang tua bukan buat transaksi judi online. Ini karena orang tua awalnya tidak tahu aplikasi judi online akhirnya bikin anak ketagihan buat main terus,” papar Aris.
Aris berharap kepada para guru, terutama yang tergabung dalam organisasi Pergunu di semua jajaran kepengurusan agar kasus judi online dapat diberantas di semua satuan pendidikan. Caranya melakukan sosialisasi secara terus menerus tentang bahayanya judi online.
Para guru dapat mendorong madrasah dan tempat pendidikan lainnya untuk membentengi moral dari perilaku negatif dengan nila-nilai keagamaan dan spiritual.
"Kita sebagai guru bisa mengajak kerjasama orang tua untuk mengawasi dengan acara mengecek hape anak secara berkala agar mengetahui aktivitas apa yang dilakukan anak dalam bermain gadget,” pungkasnya.
Kontributor: Risma Ayu Andira