Komnas Haji: Kenaikan Biaya Demi Kemaslahatan dan Keberlangsungan Keuangan Haji
Jumat, 20 Januari 2023 | 15:15 WIB
Jakarta, NU Online
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI yang digelar pada Kamis (19/1/2023) kemarin mengusulkan kenaikan biaya jamaah haji tahun 2023 yang diperkirakan akan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni.
Dalam rapat tersebut disampaikan asumsi total Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp. 98.893.909,- atau naik sekitar Rp514 ribu dari tahun sebelumnya, dengan komposisi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibebankan kepada jamaah sebesar 70 persen atau Rp.69.193.733 dan besaran subsidi dari nilai manfaat pengelolaan dana haji sebesar 30 persen atau Rp. 29.700.175.
Dengan demikian Bipih yang harus dibayar oleh calon jamaah haji dibanding tahun lalu ada kenaikan sekitar Rp30 juta/per jamaah.
Menyikapi usulan Menag tersebut, Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menyatakan biaya kenaikan haji sebagai konsekuensi yang sulit dihindari terutama jika pembandingnya dengan menggunakan acuan biaya sebelum pendemi di tahun 2019.
"Kenaikan biaya haji ini sulit dihindari karena dipicu oleh kenaikan berbagai komponen kebutuhan baik di tanah air maupun di Arab Saudi seperti biaya angkutan udara karena avturnya juga naik, hotel, pemondokan, transportasi darat, katering, obat-obatan, alkes dan sebagainya, belum lagi pengaruh inflasi, sehingga biaya haji mesti beradaptasi atas situasi tersebut" katanya sebagaimana keterangan yang diterima NU Online pada Jum`at (20/1/2023).
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta menambahkan, rancangan biaya yang diusulkan Menag tampaknya dalam rangka melakukan rasionalisasi, keberlangsungan dan kesehatan keuangan. Sebab selama ini subsidi ke BPIH yang ditopang dari subsidi dana dari hasil pengelolaan keuangan haji terlalu besar dan cenderung tidak sehat.
Menurut Mustolih, mengingat hal itu harus ada langkah berani untuk mengoreksi dan menyeimbangkan hak dan kepentingan jutaan jamaah haji dalam daftar tunggu juga harus dilindungi.
"Uang hasil dari kelolaan dana haji dari jamaah tunggu berkisar 160 triliun, seharusnya hasil dari penempatan maupun investasi menjadi hak dari jamaah haji tunggu (waiting list) yang berjumlah saat ini kurang lebih 5 juta orang selaku pemilik dana (shahibul maal). Tetapi selama ini 'tradisinya' malah diberikan untuk mensubsidi jamaah haji yg berangkat pada tahun berjalan sampai 100 persen, ini memang harus mulai dikoreksi dan dibenahi" paparnya.
Pada saat yang sama, sambungnya, biaya setoran awal calon jamaah haji belum juga dinaikkan, yaitu Rp25 juta per jamaah, setidaknya selama dua dekade belakangan. Jelas situasi ini sangat menekan keuangan haji yang sekarang ini dikelola oleh BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), terlebih dengan kuota normal 221 ribu maka subsidinya juga akan kembali 'normal'.
"Gus Men termasuk sangat berani mengambil kebijakan yang tidak populer ini, yang selama ini sangat dihindari oleh Menteri Agama era sebelumnya, terlebih di tahun politik. Tapi langkah merasionalisasi dan mengoreksi dana haji harus segera diambil demi kemaslahatan yang lebih besar dan melindungi hak dari jutaan jamaah haji tunggu, jika tidak masalah ini akan jadi bom waktu" paparnya.
Namun demikian, Mustolih berharap usulan kenaikan biaya haji masih bisa diturunkan dengan melakukan efesiensi menyisir komponen-komponen biaya yang bisa dipangkas tanpa mengurangi dan berdampak pada kualitas pelayanan penyelenggaraan haji.
Dia juga berharap soal dana haji tidak hanya biaya haji reguler saja yang disampaikan ke publik, tetapi penyelenggaraan biaya haji khusus yang dikelola travel (PIHK/ Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) juga penting untuk dipublikasikan karena ada ribuan orang menjadi calon jamaah haji khusus.
Editor: Aiz Luthfi