NU Scholarship pendampingan S2 dan S3 Luar Negeri di Pondok Pesantren Al Hikam, Kota Depok, Jawa Barat pada Sabtu (20/7/2024). (Foto: Erik Alga Lesmana)
Jakarta, NU Online
Komunikasi akademik tidak cukup dengan kata-kata saja untuk mempresentasikan ide gagasan, tetapi harus diikuti kemampuan menulis. Dengan menulis maka ide yang cerdas dan gagasan yang inovatif, suatu saat akan dikenal. Selain itu, tulisan bisa jadi akan menjadi dirkusus penelitian yang akan terus dikembangkan selanjutnya.
Hal itu disampaikan Aris Adi Leksono saat mengisi materi Praktik Komunikasi Akademik pada kegiatan NU Scholarship pendampingan S2 dan S3 Luar Negeri dilaksanakan oleh PP Lakpesdam mitra Baznas dan PBNU di Pondok Pesantren Al Hikam, Kota Depok, Jawa Barat pada Sabtu (20/7/2024).
"Saya kira ciri-ciri dalam komunikasi akademik, bukan hanya sekedar ngomong dan beretorika saja tapi kemudian dapat didekomuntasikan dalam bentuk tulisan, baik tulisan ilmiah maupun publikasi ilmiah lainnya," ujar lulusan doktoral S3 Uninus Bandung itu.
Dosen Universitas KH Abdul Chalim Mojokerto Jawa Timur itu menjelaskan ide gagasan yang akan dituangkan dalam bentuk tugas akhir perkuliahan, penting untuk dirancang dari awal, karena akan menentukan ketepatan dan keberhasilan. Di sisi lain, ide gagasan perlu dibangun argumentasi yang matang.
"Bahwa ide gagasan itu mempunyai dampak positif untuk masyarakat. Komunikasi akademik bukan sekadar tahu isi ide gagasan, tapi dapat disetujui. Kemudian dapat dibantu dan diarahkan oleh dosen pembimbing untuk merealisasikan. Orientasi yang berlanjut dan konkret untuk langsung direalisasikan dengan begitu akan memperlancar proses akademik,” ujar Sekretarus Umum PP Pergunu itu.
Lebih lanjut, Aris mengungkapkan bahwa sikap dan perilaku juga penting untuk diperhatikan dalam komunikasi akademik; terutama memahami terlebih dahulu setiap orang dan asal daerah yang mempunyai cara menghormati berbeda-beda. Maka dari itu perlu mengetahui latar belakang seseorang demi menghindari perilaku yang dianggap kurang baik.
"Begitu pula ketika melanjutkan jenjang pendidikan di luar negeri, dimana komunikasi akademik mungkin bisa saja berbeda dengan di Indonesia mengenai cara menghormati para dosen atau profesor pembimbing,” ungkap Aris.
Komunikasi akademik juga perlu diperhatikan situasi dan kondisi terutama pembimbing tugas akademik. Hal itu untuk menghindari kesan terpaksa atau memaksa demi tugas dapat segera selesai.
"Salah satu bentuk menghargai yaitu untuk mengetahui situasi dosen, tidak kemudian memaksa, pengen cepat selesai dosen di mana saja dikejar-kejar terus. Yang ada, dosen malah tidak nyaman," tegas Aris.
Aris menegaskan bahwa di lingkungan akademik jujur adalah kunci. Perlu diketahui bahwa para dosen biasanya sudah kaya akan literasi. Menurutnya, kadang disuguhkan literasi oleh mahasiswa yang sudah dirancang, dosen justru lebih dulu tahu dengan menunjukkan referensinya.
"Bahwa penelitian yang hendak kita lakukan sudah lebih dulu dilakukan oleh orang lain. Kemudian akan dijelaskan perbedaannya dari penelitian yang sudah ada. Kalau sejak awal sudah jujur dalam komunikasi akademik, maka ke depannya akan terasa mudah. Pada situasi tertentu juga butuh banyak mendengar dan memahami setiap arahan yg diberikan oleh pembimbing untuk ide gagasan yang hendak dikembangkan," jelas Aris.
Aris mengungkapkan salah satu kelemahan komunikasi akademik adalah tidak memahami latar belakang sosial dan budaya. Berprasangka buruk dan pesimis kadang kala muncul ketika belum menemukan solusi. Hal itu menurut Aris, termasuk dalam kelemahan komunikasi akademik.
"Termasuk prasangka buruk dan pesimis juga bagian dari kelemahan komunikasi akademik. Sehingga, kadang merasa takut untuk melangkah, mengirim pesan ke dosen juga terasa berat, kurang percaya diri. Kondisi ini perlu dilawan selama menjalankan prinsip kejujuran," tutup Aris.