Konbes NU 2022 Tetapkan Klasifikasi Struktur Organisasi dan Pengukuran Kinerja
Ahad, 22 Mei 2022 | 09:00 WIB
Pengarah Komisi A Konbes NU 2022 H Nusron Wahid (kiri) melaporkan, terdapat delapan provinsi yang masuk dalam klasifikasi 1. (Foto: NU Online)
Jakarta, NU Online
Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU) 2022 telah menetapkan Peraturan Perkumpulan (Perkum) tentang Klasifikasi Struktur Organisasi dan Pengukuran Kinerja. Hal ini dibahas di dalam Sub Komisi A-1 dan disahkan menjadi keputusan Konbes NU 2022 dalam Sidang Pleno II, di Hotel Yuan Garden Jakarta Pusat, pada Sabtu (21/5/2022) malam.
Pengarah Komisi A Konbes NU 2022 H Nusron Wahid melaporkan, terdapat delapan provinsi yang masuk dalam klasifikasi 1 yaitu Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Di dalam Perkum tentang Permusyawaratan diputuskan bahwa peserta permusyawaratan yang memiliki hak suara pada permusyawaratan wilayah adalah majelis wakil cabang (MWCNU) dan pengurus cabang.
“Untuk wilayah klasifikasi 2 dan 3, masing-masing masih tetap yaitu pesertanya cabang,” tutur Nusron.
Ia menyebutkan bahwa daerah yang ditetapkan masuk ke dalam klasifikasi 2 terdapat 16 provinsi. Pertama, Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Kedua, Sumatera Utara kecuali 13 cabang yang masuk klasifikasi 3 karena merupakan daerah dengan penduduk Muslim minoritas.
Ketiga, Riau. Keempat, Sumatera Barat kecuali 1 cabang yaitu Kabupaten Mentawai yang masuk klasifikasi 3. Kelima, Jambi. Keenam, Bengkulu. Ketujuh, Sumatera Selatan. Kedelapan, Kalimantan Barat kecuali lima cabang, antara lain Kota Sekadau dan Kabupaten Landak.
Kesembilan, Kalimantan Tengah kecuali satu cabang yaitu Kabupaten Gunung MAS. Kesepuluh, Kalimantan Selatan. Kesebelas, Kalimantan Timur kecuali satu cabang yakni Mahakam Ulu. Keduabelas, Sulawesi Selatan kecuali dua cabang yaitu Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara yang masuk klasifikasi 3.
“Kemudian (ketigabelas) Sulawesi Tenggara, (keempatbelas) Sulawesi Barat, (kelimabelas) Sulawesi Tengah, dan (keenambelas) Gorontalo,” ungkap Wakil Ketua Ketua Umum PBNU itu.
Lalu Nusron menyebutkan 10 provinsi yang masuk ke dalam klasifikasi 3 yakni Kepulauan Riau (Kepri) kecuali Kota Batam yang masuk klasifikasi 2. Kemudian Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Utara kecuali lima cabang di kawasaan Bolaang Mongondow Raya karena penduduk Muslim di sana lebih dari 70 persen.
Reward and punishment
Nusron menjelaskan tentang reward (apresiasi) dan punishment (sanksi) yang akan didapatkan. Bagi wilayah dan cabang yang berdasarkan penilaian mendapatkan kategori A, akan mendapatkan bonus suara. Sementara untuk daerah berkategori B dan C tidak mendapatkan bonus suara.
"Kemudian dari draf panitia mengusulkan bagi PWNU dan PCNU yang tidak memenuhi standar kategori, termasuk C, akan menjadi cabang persiapan sehingga hak suara dicabut itu tidak disepakati, sehingga sanksinya adalah pembinaan. Jadi hanya memberikan reward bonus suara dan reward-reward lain yang akan ditentukan PBNU, tidak ada sanksi pencabutan suara,” ungkap Nusron.
Kemudian di dalam Perkum tentang Permusyaratan ditetapkan bahwa pelaksanaan konferensi cabang di daerah klasifikasi 1, pesertanya adalah ranting. Sementara bagi daerah dengan klasifikasi 3 dan 2, konferensi cabang tetap dihadiri oleh peserta dari MWC.
Terkait kepesertaan, Nusron menjelaskan bahwa semua peserta harus mendapatkan mandat penuh dari rais syuriyah, katib, ketua, dan sekretaris. Namun karena kerap terjadi perbedaan pendapat antara syuriyah dan tanfidziyah, maka terlebih dulu pengurus yang berada satu tingkat di atasnya melakukan islah.
“Kalau islah masih tidak bisa tercapai, maka mandat yang dinyatakan sah adalah mandat yang ditandatangani oleh rais syuriyah dan katib. Kemudian undangan permusyawaratan juga harus ditandatangani rais, katib, ketua, dan sekretaris. Untuk PBNU berarti rais ‘aam, katib ‘aam, ketua umum, dan sekretaris jenderal,” jelas Nusron.
“Khusus tingkat nasional, jika dalam kondisi tertentu deadlock maka menggunakan supremasi syuriyah. Khusus untuk pengurus wilayah, jika dalam kondisi tertentu deadlock maka rais aam dapat menetapkan pelaksanaan permusyawaratan,” imbuh Nusron.
Waktu permusyaratan
PBNU memberikan kesempatan dalam masa transisi menuju permusyawaratan yang serentak selama satu tahun pasca-muktamar. Nusron menyebutkan, 58 persen kondisi SK kepengurusan di tingkat wilayah dan cabang habis menjelang satu tahun, bahkan satu bulan menjelang muktamar.
“Berdasarkan kajian ini maka kita berkepentingan supaya ke depan, menjelang muktamar, tidak ada lagi kasak-kusuk urus SK, supaya sehat. Karena itu keputusan kita tidak ada cabang dan wilayah yang dikurangi,” ungkapnya.
Di dalam masa transisi tahap pertama ini, SK kepengurusan wilayah dan cabang ada yang diperpanjang sampai masa pelaksanaan muktamar, ada yang cabang yang di-caretaker sampai muktamar.
Hal ini bertujuan agar bertemu atau bersamaan masa berlakunya dengan cabang dan wilayah lain yang SK-nya habis tahun ini atau tahun depan, sehingga semua permusyawaratan bisa dilaksanakan serentak pada tahun yang sama.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan