Nasional

KPAI: Tindakan Elham Yahya Mencium Anak-Anak Melanggar UU Perlindungan Anak dan UU TPKS

Jumat, 14 November 2025 | 19:30 WIB

KPAI: Tindakan Elham Yahya Mencium Anak-Anak Melanggar UU Perlindungan Anak dan UU TPKS

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). (Foto: kpai.go.id)

Jakarta, NU Online

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam tindakan Elham Yahya Luqman yang kedapatan mencium anak-anak perempuan saat mengisi kajian rutin di Majelis Taklim Ibadallah, Kediri, Jawa Timur.


Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, menilai bahwa perilaku tersebut tidak pantas dilakukan dan melanggar norma sosial, agama, serta prinsip perlindungan anak, bahkan berpotensi masuk pada ranah hukum.


Ia merujuk pada Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menegaskan bahwa Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.


Selain itu, UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menyebutkan bahwa tindakan seperti menyentuh atau mencium anak tanpa persetujuan merupakan bentuk kekerasan seksual.


Dari sisi agama, Aris menekankan bahwa setiap ajaran mengharuskan penghormatan terhadap martabat anak.


"Perilaku mencium anak di ruang publik, apalagi saat sorotan kamera, berpotensi mengaburkan batas antara kasih sayang dan pelanggaran privasi tubuh anak," ujarnya kepada NU Online, Jumat (14/11/2025).


Secara psikologis, ia menurutkan, tindakan semacam itu dapat menimbulkan trauma dan membingungkan batas kontrol tubuh bagi anak.


“Ya pasti anak mengalami dampak atas kelakuan salah tersebut, maka anak juga harus mendapatkan hak untuk mendapatkan pendampingan psikologis yang bisa diberikan oleh pemerintah daerah melalui DPPPA (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak),” tegasnya.


KPAI, ia mengatakan sedang menelaah kasus tersebut dan mengidentifikasi adanya indikasi pelanggaran hak anak.


“Kami sedang mengkaji dan mempertimbangkan untuk pelaporan kepolisian, tapi saat ini kami mendorong pihak yang berwajib untuk menjangkau karena kasus ini memenuhi unsur kekerasan seksual,” ujarnya.


Aris mengingatkan bahwa perlindungan anak tidak memandang siapa pelakunya. Setiap tindakan yang berpotensi melanggar martabat anak wajib ditangani dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.


Ia mendorong lembaga pendidikan maupun keagamaan untuk memberikan edukasi perlindungan tubuh (body safety education) dan orang tua diimbau mengajarkan batas tubuh (body boundaries) agar anak dapat berkata tidak saat merasa tidak nyaman.


“Saya kira kepada para pendakwah tentu kita berharap bahwa dakwah itu hal yang positif, jangan dicampuradukkan dengan hal negatif. Interaksi dengan anak yang melampaui norma sosial dan agama berpotensi melanggar fungsi perlindungan anak,” pungkas Aris.