KUHAP Baru Ditolak Koalisi Masyarakat Sipil, Menkum Klaim Prosesnya Partisipatif
Selasa, 18 November 2025 | 16:00 WIB
Menkum Supratman Andi Agtas di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (18/11/2025). (Foto: NU Online/Haekal Attar)
Jakarta, NU Online
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa meskipun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru mendapat penolakan dari Koalisi Masyarakat Sipil, pembentukannya dilakukan dengan partisipasi bermakna.
"Penolakannya kita harus objektif, tadi Pak Habib sudah menjelaskan dan didampingi oleh pemerintah, belum pernah ada undang-undang yang dilakukan (tanpa) meaningfull partisipation (partisipasi bermakna)," katanya saat ditemui NU Online usai Rapat Paripurna DPR RI Ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, di Gedung Nusantara II, Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Selasa (18/11/2025).
Menurut Andi, pemerintah melibatkan perguruan tinggi dengan fakultas hukum di seluruh Indonesia melalui sesi daring untuk memberikan masukan. Dari proses itu, beberapa usulan diterima, sementara yang lain tidak.
"Tapi secara umum, bahwa KUHAP kali ini itu yang pertama adalah mementingkan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)," jelasnya.
Selain fokus pada HAM, katanya, sebelum pengesahan KUHAP juga menekankan penerapan restorative justice serta perluasan dan kepastian objek praperadilan.
"Ketiga hal itu menghilangkan kesewenang-wenangan yang dulu mungkin terjadi dan itu sangat baik buat masyarakat. Termasuk perlindungan bagi kaum disabilitas," jelasnya.
Lebih lanjut, Andi menekankan bahwa semua upaya paksa tetap harus melalui pengadilan, kecuali dalam kondisi tertentu, misalnya tindak pidana yang terjadi di daerah terpencil dengan akses pengadilan yang jauh.
Rencana Pembuatan UU Penyadapan
Terkait penyadapan, Andi menjelaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengharuskan penyadapan diatur melalui UU tersendiri. Pemerintah, katanya, juga ikut menyusun UU sektoral yang mengatur penyadapan secara ketat, dengan tetap melindungi hak warga negara.
"Sementara itu kita persiapkan bersama DPR dan pemerintah. Jadi bukan hanya Komisi III dan pemerintah. MK memerintahkan, khusus penyadapan dibuat undang-undang tersendiri," jelasnya.
Lebih dalam, Andi mengungkapkan bahwa penyadapan yang berkaitan dengan intelijen negara akan diatur secara terpisah karena menyangkut informasi rahasia, sementara penyadapan untuk penegakan hukum akan diatur secara rinci agar tidak ada kewenangan aparat yang disalahgunakan.
"Pasti diatur tidak mungkin diberi kewenangan sembarangan kepada aparat penegakan hukum," jelasnya.
Ia menegaskan, UU sektoral yang mengatur penyadapan nantinya akan mengintegrasikan fungsi penyadapan di kepolisian, kejaksaan, dan KPK dalam satu undang-undang khusus.
"Nanti akan diambil alih dalam disatukan dalam undang-undang yang namanya undang-undang penyadapan," terangnya.