Kunjungi KPK, PB PMII Siap Kawal Pemilu 2024 Bebas dari Praktik Politik Uang
Selasa, 13 September 2022 | 16:45 WIB
Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) mengunjungi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta, pada Senin (12/9/2022). Pada kesempatan itu, PB PMII menyatakan akan siap mengawal Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 agar bebas dari korupsi dan praktik politik uang.
Sejak 4 Agustus 2022 lalu, PB PMII telah diresmikan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menjadi lembaga pemantau pemilu 2024. Karena itu, PB PMII kemudian melakukan sejumlah pantauan mengenai kasus korupsi yang terjadi selama tiga tahun terakhir.
Koordinator Nasional Pemantau Pemilu PB PMII Hasnu Ibrahim Palik menyoroti soal sejumlah kepala daerah, baik bupati maupun gubernur, dan anggota DPR RI kerap ditangkap KPK. Ia menuturkan, kompleksitas Pemilu 2024 perlu perhatian bersama dan keterlibatan semua pihak, termasuk PMII. Keterlibatan semua pihak ini dinilai sangat penting dalam pembangunan demokrasi.
PB PMII sebagai lembaga pemantau pemilu memiliki berbagai konsentrasi terhadap isu-isu korupsi yang bakal disorot dalam perhelatan Pemilu 2024 mendatang. Di antaranya adalah soal dana kampanye, sumber keuangan partai politik, pembiayaan politik, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang secara otomatis melahirkan politik uang.
“Kita tahu betul biaya politik di Indonesia sangat mahal yang menjadi pemantik bagi peserta pemilu (parpol atau politisi) melakukan praktik korupsi. Di antaranya praktik politik ijon seperti dibiayai oleh pengusaha, pengusaha energi, pengusaha tambang, pengusaha infrastruktur jalan, pengusaha nikel, pengusaha sawit, pengusaha ekspor/impor,” ungkap Hasnu melalui keterangan yang diterima NU Online, Selasa (13/9/2022).
Menurut Hasnu, penyelamatan atau pengembalian uang negara yang dilakukan KPK perlu mendapat dukungan, terutama dari kalangan mahasiswa seperti PMII. Begitu pula konsentrasi isu KPK terkait politik, sumber daya alam, dan tindak pidana pencucian uang.
“PB PMII juga terus mendorong agar KPK tetap kuat, tetap independen, tetap bekerja sesuai perintah konstitusi agar menjadi lembaga anti-rasuah, tulang punggung pemberantasan korupsi,” ungkap Hasnu.
Meski begitu, Hasnu menegaskan bahwa kritik yang membangun dan komitmen internal KPK juga perlu dilakukan. Hal tersebut bertujuan agar publik tidak melihat bahwa di tubuh KPK sendiri telah terjadi disharmonis dalam kerja-kerja pencegahan dan pemberantasan korupsi.
“Karena bagi kami, KPK merupakan tulang punggung pemberantasan korupsi dan anak kandung reformasi. Inilah salah satu wujud nyata yang diperjuangkan oleh mahasiswa agar mengakhiri praktik koruptif dan monopoli orde baru,” tegas Hasnu.
Pandangan NU tentang Pencucian Uang dan Politik Uang
Di dalam buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi (2017: 134), NU memandang bahwa politik uang telah masuk ke dalam kategori risywah atau suap. Sebagai suap, baik pihak pemberi maupun penerima, dua-duanya akan dilaknat Allah.
Sementara pencucian uang merupakan lanjutan dari tindak kriminal korupsi sebagai upaya menghilangkan jejak mengenai asal-usul harta kekayaan yang diperoleh secara tidak halal. Tindakan pencucian uang, menurut NU, dikategorikan sebagai perbuatan haram pada harta sekaligus jarimah (perbuatan melanggar syariat). (lihat Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi, 2017: 143).
Pelaku tindak pidana pencucian uang dapat dihukum, bahkan sampai hukuman mati bila hukuman yang lain tidak dapat menimbulkan efek jera, sebagaimana keputusan Munas-Konbes NU 2012 di Cirebon, Jawa Barat.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Aiz Luthfi