Lagi, AS Veto Resolusi Dewan Keamanan PBB untuk Gencatan Senjata Permanen di Palestina
Jumat, 19 September 2025 | 14:00 WIB
Sidang Dewan Keamanan PBB di New York (Kamis, 18/9/2025). (Foto: tangkapan layar Youtube United Nations)
Jakarta, NU Online
Amerika Serikat untuk keenam kalinya memveto resolusi PBB yang menuntut gencatan senjata di Jalur Gaza, usai pemungutan suara Dewan Keamanan di Markas Pusat PBB, New York, pada hari Kamis (18/9/2025).
Resolusi tersebut disetujui oleh 14 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan dan menyerukan gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Gaza yang dihormati oleh semua pihak. Selain itu, resolusi juga berisi pembebasan semua tawanan yang ditahan oleh Hamas dan kelompok lain, dan pencabutan pembatasan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Wakil Utusan Khusus AS, Morgan Ortagus, dengan gamblang menyebut penolakan AS bukanlah hal yang mengejutkan.
"Penolakan AS terhadap resolusi ini tidak akan mengejutkan. Resolusi ini tidak mengecam Hamas atau mengakui hak Israel untuk membela diri, dan justru secara keliru melegitimasi narasi palsu yang menguntungkan Hamas, yang sayangnya telah beredar luas di Dewan ini," ujar Ortagus sebagaimana dikutip dari pernyataan resminya di US Mission.
Selain itu, Ortagus beralasan resolusi ini juga menolak untuk mengakui realita yang terjadi dan berupaya untuk kembali ke kegagalan sistem yang ia anggap memungkinkan Hamas menjadi semakin kuat.
Menurutnya, resolusi yang merujuk pada laporan IPC (Integrated Food Security Phase Classification) tentang bencana kelaparan di Gaza dihasilkan dari metodologi yang cacat dan bias.
"Resolusi ini secara keliru merujuk pada laporan IPC, dengan metodologinya yang cacat, standar yang berubah, dan bias yang jelas," katanya.
Dewan Keamanan PBB berisi 15 negara dengan lima negara anggota tetap yang memiliki hak veto yakni Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Prancis, dan Inggris. Sementara 10 negara anggota lainnya, merupakan anggota tidak tetap dipilih oleh Majelis Umum, yang terdiri dari seluruh 193 Negara Anggota PBB untuk menjabat dalam periode dua tahun.
Saat ini, 10 negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan antara lain Aljazair, Denmark, Yunani, Pakistan, Panama, Republik Korea, Sierra Leone, Somalia, Guyana, dan Slovenia.
Duta Besar Aljazair untuk PBB, Amar Bendjama, juga menyampaikan kata-kata yang tegas. "Saudara-saudara Palestina, saudara-saudara Palestina, maafkan kami," ujarnya sebagaimana dikutip dari Aljazeera.
"Maafkan kami, karena dunia berbicara tentang hak, tetapi mengingkarinya bagi orang Palestina. Maafkan kami karena upaya kami, upaya tulus kami, telah hancur berkeping-keping melawan tembok penolakan ini," imbuhnya.
Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyesali veto AS yang mencegah Dewan Keamanan memainkan peran yang seharusnya dalam menghadapi kekejaman ini dan melindungi warga sipil dalam menghadapi genosida.
"Sayangnya, Dewan tetap diam, yang mengorbankan kredibilitas dan otoritasnya. Ini menunjukkan bahwa dalam kasus kejahatan kekejaman, penggunaan hak veto seharusnya tidak diizinkan," ujar Mansour.
Sementara itu, Juru bicara kepresidenan Palestina, Nabil Abu Rudeineh, menyampaikan penyesalan dan keterkejutan yang mendalam atas veto AS.
WAFA menulis Nabil memperingatkan bahwa veto AS merupakan sinyal berbahaya yang mendorong Israel untuk melanjutkan kejahatannya dan pembangkangannya terhadap hukum dan legitimasi internasional.
"Amerika Serikat memilih untuk memblokir resolusi tersebut dengan menggunakan hak vetonya," ujar Nabil.
Hingga hari ini lebih dari 65.000 warga Palestina telah terbunuh sejak permusuhan dimulai, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Dalam pernyataan bersama Dewan Keamanan menulis sebanyak 132.000 anak diperkirakan akan menderita malnutrisi akut dengan 41.000 anak berisiko tinggi meninggal dunia akibat malnutrisi antara saat ini dan Juni 2026.