Jakarta, NU Online
Upaya untuk melahirkan generasi emas Indonesia membutuhkan pendekatan yang terintegrasi dalam siklus atau perjalanan hidup generasi itu sendiri.
"Jadi kita enggak bisa membiarkan kesiapan tenaga kerja profesional hanya sepotong-potong di ujung. Tetapi, bagaimana kita mempersiapkan generasi yang kita lahirkan baik desain dan baik intention (tujuan)," ujar Ketua Umum NU Circle Gatot Prio Utomo pada tayangan Road to Muktamar Ke-34 NU Seri 6: NU dan Tantangan Penyediaan Tenaga Kerja Profesional diakses Selasa (21/12/202).
Menurutnya kalau bicara mengenai bagaimana kesiapan generasi, maka harus mulai bicara sejak dalam kandungan, dalam asuhan, masuk ke usia pendidikan dasar, pendidikan tinggi sampai masuk ke usia produktif akan seperti apa.
"Jadi road map atau grand design dari cetak generasi emas 2045 ini juga harus menjadi sorotan terintegrasi. Itu dari sudut pandang kami, nah akan tetapi kalau kita lihat ada visi besar yang luar biasa disampaikan oleh pemerintahan saat ini," ucapnya.
Ia mengatakan bahwa ada atmosfer positif untuk Indonesia. Visi Indonesia emas 2045 itu merupakan visi kolektif bangsa yang mengaspirasikan kejayaan Indonesia dalam rangka 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa beberapa hal yang kelihatannya menjadi ramalan positif adalah menjelang 2045 Indonesia akan masuk lima besar kekuatan ekonomi dunia, serta bonus demografi.
"Akan tetapi kita lihat fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Ketahanan kesehatan kita yang masih memerlukan penanganan serius. Jadi kalau Pemerintahan Pak Jokowi Kiai Ma'ruf ini akan membangun Indonesia seutuhnya lahir batin, maka pembangunan Indonesia itu harus dimulai dari anak sejak masih dalam kandungan ibunya," jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa bahwa kondisi angka kematian ibu dan bayi masih cukup tinggi yaitu 305/100 ribu kelahiran hidup dengan kematian 21/1000 kelahiran hidup.
"Bagaimana kualitas SDM kita, kualitas SDM yang buruk. Walaupun jumlah populasi yang besar, kualitas SDM yang tersedia sangat memprihatinkan. Kita lihat survei-survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga Internasional. Tidak ada data yang menunjukkan pantas tertawa, pantas tersenyum, karena dari data OECO saja berada di 10 urutan terbawah," jelasnya.
Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Kendi Setiawan