Lewat Peraturan Baru, Pekerja Tetap Wajib Iuran Meski Dana Tapera 2021 Belum Diberikan
Senin, 3 Juni 2024 | 12:00 WIB
Jakarta, NU Online
Pengelolaan dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan biaya operasional pada 2020 dan 2021 bagi pegawai negeri sipil dan karyawan swasta belum diberikan.
Hal itu berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) nomor 202/LHP/XVI/12/2021 Pada 31 Desember 2021, sebagaimana dilansir Tempo
Pemeriksaan oleh BPK ini dilakukan di beberapa wilayah yakni di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
Dari hasil pemeriksaan itu ditemukan bahwa sebanyak 124.960 orang pensiunan peserta Tapera belum menerima pengembalian dana Tapera sebesar Rp567.457.735.810 atau Rp567,5 miliar.
Selain itu, BPK juga menemukan 40.266 orang peserta pensiun ganda dengan dana Tapera sebesar Rp130,3 miliar.
Meskipun indikasi ini telah menyebar luas, tetapi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, setiap pekerja yang memenuhi kriteria wajib membayar iuran Tapera.
Pasal 5 ayat (2) PP Nomor 25 Tahun 2020 menyebutkan bahwa kriteria tersebut adalah pekerja dan pekerja mandiri dengan penghasilan minimal sebesar upah minimum dan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah saat mendaftar.
Sementara menurut Pasal 7 PP Nomor 25 Tahun 2020, pekerja sebagaimana dimaksud Pasal 5 meliputi:
1. Calon pegawai negeri sipil (CPNS)
2. Aparatur sipil negara (ASN)
3. Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI)
4. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
5. Pejabat negara
6. Pekerja/buruh di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), serta badan usaha milik swasta
7. Pekerja yang menerima gaji atau upah.
Namun, aturan tersebut tidak menyebutkan bahwa peserta Tapera hanya pekerja yang belum memiliki rumah. Artinya, pekerja yang sudah memiliki rumah juga masuk kriteria dan diwajibkan membayar iuran Tapera. Hal ini diperjelas dalam PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024.
“Peserta Tapera adalah setiap warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 bulan yang telah membayar Simpanan Tapera, yakni sejumlah uang yang dibayar secara periodik oleh Peserta dan/atau Pemberi Kerja,” demikian bunyi Pasal 1 ayat (2) PP tersebut.
Pencairan Tapera saat Pensiun
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan Tapera menyatakan bahwa dana tersebut bersifat tabungan dan bisa dicairkan saat pensiun, sehingga indikasi yang menyatakan Tapera dapat memotong gaji tetap adalah pernyataan yang keliru.
“Jadi saya ingin tekankan Tapera ini bukan potong gaji atau bukan iuran, Tapera ini adalah tabungan. Dalam UU memang mewajibkan. Bentuknya nanti bagi mereka yang sudah punya rumah bagaimana apakah harus membangun rumah? Nanti pada ujungnya pada saat usia pensiun selesai, bisa ditarik dengan uang atau pemupukan yang terjadi,” kata Moeldoko di Gedung Bina Graha Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Sarbumusi Tolak Tapera
Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Irham Ali Saifuddin menegaskan bahwa kebijakan Tapera dapat mengubur mimpi kaum buruh dan pekerja mempunyai rumah.
Pasalnya, menurut Irham, pengeluaran buruh dan pekerjaan yang besar tidak sebanding dengan kenaikan upah tahunan sehingga akan semakin bertambah berat dengan iuran program Tapera.
“Program Tapera ini baik dari sisi normatif, tetapi membebani buruh dan pekerja dalam praktik pelaksanaannya nanti. Kenaikan upah minimum tidak sebanding dengan kebutuhan hidup layak buruh saat ini. Selain itu, kebutuhan buruh akan rumah adalah kebutuhan saat ini, bukan kebutuhan untuk 20 atau 30 tahun mendatang ketika iuran Tapera mereka bisa diambil,” kata Irham dalam keterangan yang diterima NU Online, Jumat (31/5/2024).