Daerah

Usaha Kue Lebaran, dari Melestarikan Tradisi hingga Menghasilkan Cuan

Jumat, 4 April 2025 | 18:30 WIB

Usaha Kue Lebaran, dari Melestarikan Tradisi hingga Menghasilkan Cuan

Ilustrasi kue lebaran. (Foto: dok. istimewa/Afina)

Pati, NU Online

Tradisi membuat dan menghidangkan kue Lebaran atau Idul Fitri untuk kalangan sendiri sekarang ini mulai langka. Kebanyakan masyarakat Indonesia saat ini memilih cara yang instan yakni dengan membeli kue Lebaran di toko-toko. Bahkan kini pilihannya sangat variatif.


Warga Desa Bulumanis Kidul, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah Ali Mahfud termasuk dalam kategori kalangan masyarakat yang langka itu. Setiap bulan Ramadhan ia biasanya memproduksi jajan Lebaran seperti nastar, kastengel, thumbprint, palm cheese, dan kue kering lainnya.


Memang selain diperuntukkan konsumsi pribadi untuk mengisi meja-meja tamu, kue Lebaran tersebut juga ia jual. Tidak main-main, selama sebulan kue jajanan tersebut terjual hingga 500 toples 


"Penjualanya selama 1 bulan puasa mencapai 400 toples," jelasnya saat dihubungi NU Online belum lama ini.


Ia menambahkan, membuat jajanan Lebaran merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Membuat kue kering selama bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran merupakan hobinya.


Menurut pria yang akrab disapa Ali ini, di toko-toko memang tersedia dan menawarkan aneka kue-kue kering yang menggoda, namun kue hasil produksi sendiri lebih memuaskan.


"Jangan pernah merasa repot untuk membuat kue kering (kuker) Lebaran karena di balik itu cuannya besar. Karena sekarang ini budaya (membuat jajanan Lebaran) susah dilestarikan tanpa ada cuan di belakangnya," ungkapnya.


Pria berumur 38 ini mengaku, dalam proses pembuatan kue kering di atas ia belajar murni dari youtube. Ia pelajari dan coba cara pembuatan kue kering tersebut secara berulang-ulang, hingga ia menemukan kualitas takaran dan hasil yang maksimal.


Ia juga memaparkan tradisi membuat kue menjelang Lebaran. Selain karena aspek melestarikan tradisi, ia tidak memungkiri juga karena aspek finansial. "Kalau membahas masalah tergerak (untuk) membuat kuker ya karena memang banyak cuannya," ujarnya.


Sama halnya dengan Edi Suprianto warga Asempapan, Trangkil, Pati. Ia dan istrinya juga melestarikan tradisi membuat kue Lebaran dari mertuanya.  


Seperti Ali, ia memproduksi kue kering. Selain untuk persediaan sendiri juga untuk dijual, baik ke para tetangga atau dititipkan ke toko-toko. Mulai dari nastar, kue kacang, lidah kucing, kastangel dan lain sebagainya.


"Karena dasarnya  memang pedagang dan kebetulan banyak tetangga yang suka bikinan istri, jadi sekalian saya jualin ke tetangga dan teman-teman," ucapnya.


Edi mengaku, bukan dirinya yang hobi membuat kure kering itu, melainkan istrinya. Selain menyenangkan, membuat kue kering selama bulan Ramadhan hingga menjelang Lebaran juga menghasilkan cuan.


"Sebenarnya karena hobi istri. Jadi memanfaatkan kemampuan dan lebih hemat pastinya," tuturnya.