Jakarta, NU Online
KH Miftah Maulana Habiburrahman atau lebih dikenal dengan Gus Miftah membagi orang NU menjadi 5 tipe atau kelompok. Pernyataan ini ia sampaikan dalam acara Webinar Kebangsaan Peringatan Hari Santri 2021 yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Malang (Unisma), Ahad (17/10).
“Pertama adalah kelompok orang yang sebenarnya tidak tahu tentang seperti apa dan bagaimana yang dimaksud dengan NU, namun mereka sangat mencintai NU,” ujar Gus Miftah.
Kelompok ini bisa disebut sebagai “NU Abangan” yang dianalogikan seperti buah semangka. Luarnya berwarna hijau tapi isinya merah. Ditegaskan Gus Miftah, mereka adalah masyarakat yang mengaku warga NU namun sama sekali tidak memahami tentang prinsip dan ajaran NU.
“Apalagi kalau ngomong wasathiyah, moderasi dan lain sebagainya, pasti mereka tidak paham. Tetapi kalau ditanya, mereka dengan bangga mengatakan 'saya NU' dan ini banyak di masyarakat,” imbuhnya.
Kedua, kata dia, kelompok atau tipe orang NU yang paham dengan prinsip, ajaran, dan pergerakan yang dipegang oleh NU. Namun dalam hatinya sama sekali tidak memiliki rasa empati dan kepedulian terhadap keberadaan dan nasib NU.
“Perihal NU mereka tahu, tetapi mereka tidak ada urusan NU besok mau seperti apa, NU mau maju, mundur, hancur, mereka tidak peduli dengan NU,” ujar Pimpinan Pesantren Ora Aji Yogyakarta itu.
Ditambahkan Gus Miftah, kelompok ketiga adalah orang yang hanya ingin memanfaatkan NU untuk mengejar popularitas dan ambisi pribadinya demi urusan jabatan. Tipe ini biasanya akan muncul menjelang datangnya hajatan politik seperti Pemilu, Pilkada dan sejenisnya.
“Makanya lihat begitu mau Pilkada, Pilgub, Pilpres atau hajatan politik lainnya semua mengaku NU demi mendapatkan jabatan yang dia kehendaki,” katanya.
Bekaitan dengan ini, menurut Gus Miftah, setelah hajatan politik tersebut selesai digelar dan orang yang berkepentingan ini berhasil mendapatkan jabatannya, biasanya warga NU malah ditinggalkan. Padahal jasa dan dedikasi yang diberikan NU cukup besar.
“Jadi sesungguhnya mereka tidak pernah peduli terhadap NU. Politisi, politikus serta calon-calon penguasa biasanya identik dengan kelompok ketiga ini,” paparnya.
Kelompok keempat, tambah Gus Miftah, adalah orang yang membenci NU tetapi mengaku sebagai warga NU hanya karena ingin berlindung di bawah nama besar NU. “Saya pikir kelompok ini perlu diwaspadai, kelompok yang membenci NU tapi ingin mencari selamat, aman dan seolah peduli dengan NU, akhirnya ngaku NU,” tegasnya.
Selanjutnya Gus Miftah menyebut tipe kelima lah yang paling ideal, yaitu mereka yang punya pengetahuan tentang NU dan punya kegigihan dan keikhlasan dalam berkhidmat dan berjuang untuk kepentingan NU walaupun mereka tidak mendapatkan imbalan apapun dari NU.
“Inilah yang akan diakui sebagai santri dan didoakan sampai kepada dzuriyahnya oleh Hadlratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari,” tandasnya.
Pada kesempatan tersebut Gus Miftah mengaku tidak ingin mendapat jabatan apapun di NU. Jika diumpamakan NU adalah tubuh manusia, ia lebih memilih menjadi “sandalnya NU” yang bisa menjaga dan melindungi NU dari kotoran dan najis.
Pewarta: Aiz Luthfi
Editor:Muhammad Faizin