LP Ma’arif NU Terus Berperan sebagai Organisasi Penggerak di Bidang Pendidikan
Selasa, 2 November 2021 | 13:00 WIB
Jakarta, NU Online
Sejak dilahirkan hingga saat ini, Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU) terus berperan menjadi organisasi penggerak di bidang pendidikan. Semula, pendidikan di lingkungan Jam’iyyah NU hanyalah pesantren.
“Lalu pada 1927, satu tahun setelah NU lahir, KH Wahid Hasyim mendirikan sekolah di pondok pesantren Tebuireng. Saat itu usia beliau baru 15 tahun, mendirikan sekolah,” kata Ketua PP LP Ma’arif NU H Arifin Junaidi dalam Peluncuran Program Organisasi Penggerak (POP) Tingkat SMP bekerja sama dengan Kemendikbudristek RI, di Gedung PBNU Jl Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, pada Selasa (2/11/2021).
Setahun kemudian, yakni pada 1928, rintisan Kiai Wahid dalam memodernisasi pendidikan di lingkungan NU itu dinilai berhasil. Sebab sekolah itu menggunakan tiga bahasa pengantar, selain bahasa Arab, yaitu bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman.
Hal itu dilakukan Kiai Wahid atas arahan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari yang mengatakan bahwa kalau ingin mengalahkan suatu bangsa maka harus menguasai bahasanya. Kala itu, Belanda dan Inggris ada di depan mata sebagai penjajah, serta Jerman yang teknologinya sudah sangat maju.
“Berdasarkan itulah, tiga bahasa itu menjadi pengantar. Kalau bahasa Arab sudah pasti karena di pesantren ngajinya kitab-kitab berbahasa arab,” terang pria yang akrab disapa Arjuna itu.
Karena keberhasilan itu, Kiai Hasyim Asy’ari meminta Kiai Wahid atas usulan KH Wahab Chasbullah untuk menularkan segala upaya yang telah dilakukan di Tebuireng ke pesantren-pesantren lain.
“Kemudian Kiai Wahid Hasyim mengajak Kiai Mahfudz Shiddiq dan KH Abdullah Ubaid yang sekarang kita kenal sebagai pendiri LP Ma’arif NU untuk merumuskan bagaimana memajukan pendidikan di lingkungan NU,” katanya.
Lalu dalam Muktamar keempat NU di Semarang pada 19 Januari 1929, LP Ma’arif secara resmi dilahirkan. Sejak lahir itu, LP Ma’arif NU terus bergerak melakukan upaya untuk memajukan pendidikan di lingkungan NU dan pesantren.
“Karena itu, bahwa LP Ma’arif NU adalah organisasi penggerak, bukan sekadar organisasi yang bergerak-gerak. Jadi memang sejak lahirnya sudah berperan sebagai organisasi penggerak,” kata Arifin.
Kini, tambahnya, LP Ma’arif NU memiliki tagline yang diakronimkan menjadi ‘Mantap’ yakni kependekan dari mandiri, afirmatif, nirlaba, transformatif, adaptif, dan profesional. Dijelaskan bahwa kemandirian LP Ma’arif NU diupayakan untuk menyeimbangkan dependensi dan upaya kompetitif.
“Jadi tidak terlalu independen, tetapi juga tidak terlalu kompetitif yang menghalalkan segala cara untuk menang dalam kompetisi itu. Kami sadar harus tergantung pada orang lain, tetapi kami juga sadar kami tidak hanya bergantung pada orang lain, kalau hanya bergantung pada orang lain, tentu kami tidak akan maju-maju,” jelas Arifin.
Atas dasar itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek RI Iwan Syahril mengapresiasi LP Ma’arif NU yang sejak 92 tahun lalu sudah menjalankan bermacam upaya peningkatan kompetensi mutu pendidikan di Indonesia. Dari sebelum negara ini merdeka, hingga saat ini, LP Ma’arif NU terus bergerak.
“Selama pandemi Covid-19 pun kami melihat LP Ma’arif NU terus melakukan gerakan-gerakan untuk akselerasi percepatan bagaimana caranya kita bisa mengatasi tantangan di masa pandemi. Terutama penguatan-penguatan digitalisasi satuan pendidikan dengan harapan bisa terus positif untuk mengawal peningkatan kualitas SDM yang kita harapkan,” terang Iwan.
Kemendikbudristek juga menyaksikan LP Ma’arif yang terus bergotong-royong dan bersama-sama merangkul serta mendampingi berbagai sekolah di Indonesia. Khususnya dalam mencari solusi, menciptakan inovasi dan kreativitas.
“Saya apresiasi untuk semua guru di sekolah binaan LP Ma’arif NU yang memastikan anak-anak didik kita tetap belajar dengan baik di masa yang penuh tantangan ini,” pungkas Iwan.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Aiz Luthfi