Kendi Setiawan
Penulis
Jakarta, NU Online
Setelah lebih dari satu tahun pembelajaran 4.0 berbasis online berlangsung, sebagian besar masyarakat sadar akan satu hal penting, yaitu sebaik apa pun teknologi, tidak bisa menggantikan peran guru.
Hal itu dikatakan oleh Ketua LP Ma'arif PBNU, H Zainal Arifin Junaidi, saat mengisi Webinar Desain Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran di Era Merdeka, Rabu (31/3).
"Mungkin dulu murid merindukan libur karena merasa jenuh berada di kelas dari pagi sampai sore hari. Namun, sekarang mereka merindukan kebersamaan dengan guru dan teman-temannya saat di dalam kelas," kata Arifin Junaidi.
Dari hal itu dapat disimpulkan, kata dia, bahwa peran guru tidak dapat tergantikan oleh apa pun karena teknologi yang saat ini ada hanya untuk mempermudah kegiatan, bukan menggantikan peran dari guru.
Namun, di saat era revolusi industri 4.0 belum sepenuhnya dipahami dan disadari masyarakat, pada 2019 Jepang memperkenalkan era masyarakat 5.0 atau super smart society (society 5.0). Era ini sebagai solusi dan respons terhadap revolusi industri 4.0 yang dianggap dapat menimbulkan degradasi manusia. Setelah memasuki era revolusi industri 4.0, negara dan bangsa, siap atau tidak, akan memasuki era society 5.0.
Arifin mengatakan era society 5.0 merupakan pembaharuan yang menempatkan manusia sebagai komponen utama di dalamnya, bukan sekadar passive component seperti di revolusi industri 4.0. Adanya pembaharuan pada era tersebut dapat menghasilkan nilai baru dengan elaborasi dan kerja sama pada sistem, informasi dan teknologi juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan atau human capital.
Karena itu, menurut Arifin setidaknya harus disiapkan tiga kemampuan utama dalam menghadapi society 5.0. Pertama, kemampuan memecahkan masalah kompleks dan dapat menjadi problem solver bagi dirinya serta orang banyak. Kedua, kemampuan untuk berpikir secara kritis, bukan hanya sekadar dalam kelas namun juga dalam kehidupan kemasyarakatan dan lingkungan sekitar agar timbul kepekaan social. Ketiga, kemampuan untuk berkreasi.
"Era society 5.0 dapat dikatakan integrasi ruang maya serta fisik, sehingga semua hal menjadi mudah dengan dilengkapi artificial intelegent," tegasnya.
Dalam menghadapi era society 5.0, menurutnya dunia pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas SDM. "Kita juga perlu memiliki kesiapan dan kemampuan berpikir Higher Order Thinking Skills (HOTS) untuk menjawab tantangan global era society 5.0. Hal tersebut untuk meminimalisir kesenjangan pola pikir dan orientasi teknologi setiap anak didik, sehingga dapat berintegrasidengan teknologi nantinya," urainya.
Di era society 5.0 masyarakat dituntut untuk lebih cepat menghasilkan solusi dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan. Hal ini berimplikasi pada keharusan untuk terus menggali informasi dan menciptakan inovasi baru guna menunjang kelangsungan hidupnya.
"Maka, dapat disimpulkan di era ini kita harus bersikap dan berpikir maju serta mengikuti pola perkembangan zaman, namun tidak lupa dengan identitas bangsa Indonesia," lanjut Arifin.
Lalu, siapkah LP Ma’arif NU menghadapi itu semua? Arifin menegaskan, "Kita yakin, kita siap. Visi LP Ma’arif NU 'lembaga pendidikan yang mandiri, afirmatif, nirlaba, transformatif, adaptif dan profesional' atau biasa disingkat MANTAP akan membawa LP Ma’arif NU tidak hanya mampu menjawab tantangan jaman, tapi juga mampu memberi tantangan kepada jaman."
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua