LPBI PBNU Dorong Sekolah Terapkan Satuan Pendidikan Aman Bencana
Senin, 10 Oktober 2022 | 20:00 WIB
Ilustrasi: Tim LAZISNU PBNU mengunjungi MTsN 19 Pondok Labu yang tembok sekolahnya roboh akibat banjir. (Foto: dok LAZISNU PBNU)
Jakarta, NU Online
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBI PBNU) M Ali Yusuf, mendorong adanya penguatan implementasi Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) guna meminimalisasi risiko dampak bencana alam di lingkungan pendidikan.
“Semua pihak khususnya lembaga atau satuan pendidikan, perlu melaksanakan dan mengembangkan program SPAB untuk membangun budaya siap, siaga dan aman bencana di lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan,” kata Ali kepada NU Online, Senin (10/101/2022).
Ia menjelaskan, SPAB yang digagas oleh Pemerintah dan stakeholder penanggulangan bencana bertujuan untuk membangun budaya siap, siaga dan aman di sekolah atau lembaga pendidikan. SPAB tersebut, kata dia, telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 33 tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana.
“Saat ini landasan hukumnya berupa Permendikbud Nomor 33 tahun 2019 tentang penyelenggaraan program Satuan Pendidikan Aman Bencana,” jelas Ali.
Ketua Umum Humanitarian Forum Indonesia (HFI) itu melanjutkan, SPAB memiliki 3 pilar sebagai kerangka kerja utama antara lain fasilitas sekolah aman, manajemen bencana sekolah, dan pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana.
Adapun point fasilitas sekolah mencakup infrastruktur dan sarana seperti gedung yang kuat, tersedianya peralatan dan adanya jalur evakuasi. Terkait manajemen bencana sekolah, lanjut Ali, berkaitan erat dengan pembagian tugas para pihak terkait di sekolah terkait penanggulangan bencana.
“Tidak hanya peserta didik dan guru, tetapi juga kepala sekolah, pengurus yayasan, komite sekolah dan wali murid. Oleh karena itu, sekolah harus membentuk tim siaga bencana, membuat rencana kontijensi bencana, mengadakan pelatihan penanganan bencana dan rutin melakukan simulasi melibatkan semua pihak terkait sekolah,” papar Ali.
Sementara pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana, ia menilai paling tidak sekolah harus menyusun kajian risiko bencana dan pengintegrasian materi kebencanaan, utamanya menyangkut pengurangan risiko bencana ke dalam proses kegiatan belajar mengajar (PKBM).
“Ini dimaksudkan agar semua stakeholder sekolah memiliki pengetahuan dan kesadaran terkait pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana,” pungkas Ali.
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Aiz Luthfi