Jakarta, NU Online
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fenomena alam La Nina berlangsung Oktober 2020 sampai dengan Maret 2021 mendatang. La Nina merupakan fenomena iklim global ditandai adanya anomali suhu muka air di Samudera Pasifik.
Pada fenomena alam tersebut suhu muka air akan lebih tinggi mencapai minus 1 derajat celcius. BMKG menyebut dampak La Nina jelas berdampak terhadap Indonesia sebab suhu muka air lautnya cenderung hangat. BMKG memungkinkan dampak La Nina mulai terasa pada bulan Desember hingga Februari 2021.
Menanggapi fenomena alam ini, Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU), Muhammad Ali Yusuf, mengatakan, masyarakat harus segera mewaspadai dampak alam yang ditimbulkan oleh La Nina tersebut. Kata dia, angin kencang dan curah hujan akan semakin meningkat dan berpotensi menyebabkan terjadinya bencana alam misalnya saja banjir dan longsor.
"Itu arahnya ke longsor dan yang jelas akan banyak terjadi genangan, banjirlah (terjadi banjir)," kata Ali Yusuf kepada NU Online, Senin (26/8).
Longsor, lanjutnya, biasanya terjadi di daerah bukit atau lereng gunung. Namun, bukan berarti masyarakat yang berada di dataran rendah tak terdampak. Masyarakat harus segera melakukan pendeteksian dini.
Menurut Ali Yusuf, deteksi dini dapat dimulai secara bersama-sama oleh masyarakat dengan mengecek kondisi tanah atau tanda-tanda lain yang mengarah ke longsor. Jika kondisi telah mengkhawatirkan, masyarakat dapat mengungsi ke daerah yang dinilai lebih aman untuk berlindung.
"Kalau daerah lereng itu pasti longsor atau banjir bandang. Karena lereng kan tidak kuat nahan air," tuturnya.
Tak hanya itu, kondisi hutan Indonesia yang gundul menjadi persoalan mengapa potensi longsor dan banjir bandang di Indonesia sangat tinggi. Padahal jika pegunungan atau lereng terdapat pepohonan yang rindang maka akan memperkuat struktur tanah dan mencegah terjadinya longsor.
"Bareng-bareng melihat daerah sekitarnya, sering-sering melakukan pengecekan di daerah. Bahwa ketika terjadi hujan deras paling tidak harus menjadi tanda awal, masyarakat dalam bahasa kebencanaannya itu harus proaktif terhadap sistem pendeteksian dini," katanya.
Selanjutnya, koneksi antarwarga yang tinggal di lereng dengan warga yang ada di dataran rendah diupayakan berjalan dengan maksimal. Tujuannya supaya ketika ada kejadian yang berpotensi mengakibatkan longsor atau banjir dapat segera siagakan. Persoalan itu, kata Ali yusuf, menjadi sesuatu hal yang harus didahulukan.
"Kondisi ini dimungkinkan terjadi kepada hampir seluruh daerah di Indonesia terutama saat ini adalah Jawa," ujarnya.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan