Mahasiswa: Pemenuhan 17+8 Tuntutan Rakyat Hanya Seremonial, Abaikan Substansi
Selasa, 9 September 2025 | 18:00 WIB
Aksi mahasiswa di depan Gedung DPR RI membawa 17+8 Tuntutan Rakyat, pada Selasa (9/9/2025). (Foto: NU Online/Fathur)
Jakarta, NU Online
Aksi mahasiswa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, pada Selasa (9/9/2025) berakhir dengan damai. Massa yang terdiri dari ratusan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, dan Universitas Atma Jaya mulai membubarkan diri pada pukul 17.33 WIB dengan tertib.
Berdasarkan pantauan NU Online, para mahasiswa tidak hanya meninggalkan lokasi dengan aman, tetapi juga membersihkan sampah-sampah yang berserakan selama aksi.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM UI) Zayyid Sulthan Rahman (Atan) menyampaikan bahwa lahirnya 17+8 Tuntutan Rakyat merupakan hasil dari akumulasi keresahan masyarakat terhadap arah kebijakan negara.
"Setelah bergulirnya eskalasi kemarahan masyarakat Indonesia, terbentuklah tuntutan 17+8 dari koalisi masyarakat sipil. Hari berganti hari, korban berjatuhan, tapi tuntutan tidak berbuah kesejahteraan. Dengan ini kami menolak," tegas Atan.
Ia kemudian membacakan tiga pokok penolakan mahasiswa. Pertama, simbolisme dan poin politik pemerintah yang hanya berfokus pada hal-hal seremonial dan mengabaikan substansi.
Kedua, pemenuhan tuntutan yang hanya bersifat formalitas dan lebih berorientasi pada peredaman kemarahan, bukan penghapusan kesengsaraan rakyat.
Ketiga, upaya deeskalasi kemarahan masyarakat yang cenderung diarahkan pada pengendalian ekspresi politik warga.
Menurut Atan, substansi dari 17+8 Tuntutan Rakyat adalah mengembalikan kesejahteraan masyarakat ke pusat kebijakan negara.
"Oleh karena itu, membawa tuntutan 17+8 ini berarti membawa kesejahteraan masyarakat Indonesia," jelasnya.
Ia menegaskan, perjuangan mahasiswa tidak bisa berdiri sendiri.
“Kami mengundang seluruh masyarakat Indonesia untuk menuntut pemerintah secara lebih tegas. Kami juga mengajak semua pihak untuk terus menjaga deeskalasi sampai tuntas, hingga seluruh tuntutan 17+8 dipenuhi secara substantif, bukan seremonial,” pungkasnya.