Jakarta, NU Online
Saat peluncuran Majelis Mudzakarah Masjid Istiqlal, Rabu (2/9), Pendiri Pusat Study Al-Qur’an Prof Muhammad Quraish Shihab menjelaskan makna kata 'majelis' yang merupakan serapan kata dari Bahasa Arab. Majelis jelasnya, berasal dari kata 'jalasa' yang bermakna mengajak orang yang berbaring untuk duduk sejenak kemudian beranjak melakukan kegiatan.
Kata ini memiliki makna beda dengan kata ‘Qa’ada’ yang juga memiliki makna duduk dalam bahasa Indonesia. "Jika Anda berkata kepada seseorang yang sedang tidur atau berbaring ‘Uq’ud’ itu berarti anda memintanya untuk duduk, jangan berbaring," jelasnya.
Karena itu, ketika ada orang sedang berdiri, kemudian diminta untuk duduk, maka kurang tepat memintanya untuk duduk dengan kata ‘ijlis’. Yang lebih tepat adalah menggunakan kata ‘uq’ud’ karena ini merupakan perintah pada orang yang berdiri untuk duduk dalam waktu yang lama.
Berdasar makna ini, Prof Quraish berharap Majelis Mudzakarah Masjid Istiqlal dapat menjadi forum untuk membangunkan yang tidur, mengajak yang tidak aktif untuk aktif, dan tidak berlama-lama duduk karena harus segera bangkit untuk melakukan aktivitas lain.
Sementara kata Mudzakarah menurut pakar Tafsir Al-Qur’an ini adalah sebuah kata yang menunjukkan kegiatan imbal balik. Mudzakarah sendiri berasal dari tiga huruf yakni Dzal, Kaf, dan Ra yang memiliki dua makna asasi yakni Jantan dan Mengingat, Menyebut atau Memelihara.
"Karena redaksinya adalah Mudzakarah menunjukkan keterlibatan dua pihak yang saling mengingatkan, saling menyebut dan saling memperkokoh,” jelasnya pada kegiatan bertema Meneguhkan Kontribusi Ulama Untuk Bangsa: Dimensi Keagamaan, Sosial Ekonomi dan Budaya ini.
Oleh karenanya, Majelis ini juga diharapkan mampu menjadi forum untuk menguatkan, mengingatkan, dan memperkokoh majelis-majelis lain yang sudah ada seperti Majelis Ulama Indonesia.
Ikut serta hadir pada kegiatan tersebut di antaranya KH Nasaruddin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal), KH Said Agil Husin Al Munawar (Guru Besar UIN Jakarta), Syamsi Ali (Imam Islamic Centre Of New York), dan Prof Nadirsyah Hosen (Rais Syutriyah PCINU Australia).
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan