Meluruskan Broadcast Hoaks Seputar Akhir Pandemi dan Status Kehalalan Vaksin
Senin, 25 April 2022 | 20:00 WIB
Meski ada (sebagian kecil orang Islam) yang berpendapat haram, namun orang tersebut tidak boleh memaksa orang lain untuk menolak vaksin sesuai pendapatnya. Pemaksaan pada hak untuk hidup (agar tetap sehat) adalah melanggar HAM.
Jakarta, NU Online
Saat ini ramai beredar sebuah pesan berantai dengan narasi yang menyebutkan 4 poin putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 31 P/HUM/2022 (sebanyak 115 Halaman) yang telah membatalkan Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 99 Tahun 2020. Dalam pesan yang beredar di media sosial khususnya grup WA dan platform lainnya ini menyebutkan empat poin.
Pertama, pandemi Covid-19 dinyatakan telah berakhir. Kedua, negara dilarang melakukan pemaksaan vaksin. Ketiga, pemerintah wajib menyediakan vaksin halal yang mendapatkan sertifikasi halal dan label halal MUI. Keempat, aktivitas ibadah, sekolah, transportasi, dan usaha tidak boleh dibatasi dan berjalan secara normal seperti sediakala.
Disebutkan juga dalam pesan berantai tersebut bahwa aplikasi PeduliLindungi tidak boleh lagi digunakan karena melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Namun faktanya, poin-poin yang diklaim sebagai kesimpulan dari putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut adalah keliru. Kementerian Kominfo juga telah resmi menetapkan bahwa broadcast tersebut adalah hoaks pada laporan isu hoaks berjudul: [HOAKS] 4 Poin Putusan Mahkamah Agung Soal Vaksin Halal (4 Poin Putusan Mahkamah Agung Soal Vaksin Halal)
Dilansir dari situs resmi MA mahkamahagung.go.id/id terkait Putusan Mahkamah Agung No. 31 P/HUM/2022, tidak ditemukan pernyataan yang menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 telah berakhir. Sementara itu, dalam putusan MA tersebut disimpulkan bahwa pemerintah dalam melakukan program vaksinasi Covid-19 di wilayah Negara Republik Indonesia (NRI), khususnya dalam menjamin status kehalalan vaksin harus selalu konsisten dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, terkait dengan klaim aplikasi Peduli Lindungi melanggar HAM juga tidak tepat.
“Hak asasi paling dasar manusia adalah hak hidup, apapun agamanya. Vaksin adalah upaya agar tetap hidup di tengah ganasnya virus yang berpotensi membuat orang jadi sakit dan mati. Bagi orang pada umumnya, pandemi merupakan situasi darurat. Karena darurat, maka apapun status kehalalan vaksin, tetap diperbolehkan dalam agama (Islam),” kata pengurus Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU) dr. Heri Munajib dalam keterangan tertulis kepada NU Online, Senin (25/4/2022).
Meski ada (sebagian kecil orang Islam) yang berpendapat haram, namun orang tersebut tidak boleh memaksa orang lain untuk menolak vaksin sesuai pendapatnya. Pemaksaan pada hak untuk hidup (agar tetap sehat) adalah melanggar HAM.
“Pemerintah wajib menyediakan vaksin halal, kalau tidak ada sertifikat halalnya, maka penduduk muslim berhak menolak, kalau mereka menolak karena kehalalan vaksinya. Jadi bukan boleh menolak vaksin secera keseluruhan, karena menurut UU wabah, setiap orang wajib untuk melaksanakan program penanggulangan wabah,” pungkasnya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Alhafiz Kurniawan