Mengenal Kejahatan Doxing di Dunia Maya yang Dilakukan Hacker Bjorka
Rabu, 14 September 2022 | 06:30 WIB
Jakarta, NU Online
Istilah doxing sedang marak jadi perbincangan di dunia maya. Seorang peretas bernama Bjorka dikabarkan mengumbar data pribadi Menkominfo Johnny G. Plate dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan akhir pekan kemarin.
Bjorka, yang sempat mengklaim mengantongi 1,3 miliar data registrasi kartu SIM masyarakat Indonesia melakukan aksi tersebut di akun twitter-nya. Bjorka menampilkan sejumlah data pribadi seperti alamat dan tanggal lahir diduga milik kedua menteri.
Baca Juga
Pentingnya Melek Literasi Media Siber
Tidak hanya itu, hacker ini juga mengaku telah membobol dokumen Presiden Joko Widodo, hingga rakyat Indonesia sebanyak 1,3 miliar data. Nah, apa sebenarnya doxing ini? Mengapa banyak orang sangat khawatir dengan istilah tersebut yang kini marak dibahas di media sosial.
Dikutip dari The Conversation USA, kata doxing berasal dari istilah internet yang cukup lama, yaitu dari gagasan mengumpulkan dokumen atau "docs" pada seseorang. Dari kata itulah istilah doxing dibuat dan dikenal hingga saat ini.
Doxing biasanya terjadi di media sosial dan dilakukan akun anonim. Metode doxing digunakan guna memperoleh informasi termasuk mencari basis data yang tersedia untuk umum, meretas, hingga rekayasa sosial.
Praktik doxing pada dasarnya berpusat pada tiga tujuan ini. Meski perlu dicatat, beberapa pihak juga bisa melakukannya dengan niat melakukan kejahatan lain.
1. Deanonymizing
Membongkar identitas akun-akun yang selama ini berusaha menyembunyikan identitasnya. Biasanya doking ini hanya berawal dari rasa penasaran warganet saja. Tidak ada motif pemerasan dan kriminal dalam kasus ini.
2. Targeting
Doxing bertarget ini berarti pelaku menyebarkan identitas korban yang memungkinkan untuk dihubungi atau ditemukan. Biasanya data yang disebarkan adalah nama, alamat, hingga nomor telepon. Doxing jenis ini dapat membahayakan korban, karena sewaktu-waktu bisa saja mendapat teror atau ancaman dari pihak lain.
3. Delegitimizing
Doxing yang dilakukan agar kredibilitas korban jatuh. Doxing jenis ini biasa dialami pejabat atau orang-orang tertentu yang menyembunyikan rahasia. Biasanya, alasan untuk menyimpan data tersebut demi menjaga nama baik. Pelaku bisa menyebarkan begitu saja.
Doxing merupakan aksi berbahaya. Sebab, orang yang membocorkan atau menyebarluaskan data pribadi apalagi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan lain sebagainya acap kali disalahgunakan. Data-data seseorang dapat dicari dan dikumpulkan melalui berbagai cara, seperti mengambil informasi yang tersedia untuk umum, penelitian catatan publik, atau melakukan akses secara tidak sah ke database pribadi dan sistem komputer.
Aksi mencari dan mempublikasikan informasi atau identitas individu tertentu atau doxing yang dilakukan Bjorka sejak Agustus hingga September 2022 itu, mencatut sejumlah nama pejabat lain sebagai berikut:
- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Puan Maharani;
- Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan;
- Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir;
- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian;
- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md
Terbaru data Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pada Senin 12 September 2022.
Melansir artikel keislaman NU Online berjudul Hacking dan Doxing sebagai Begal Digital dalam Pidana Islam dijelaskan bahwa hacking dan doxing adalah perilaku begal/perampok berbasis digital. Mereka adalah pelaku cyber crime yang bisa dikenai had (pidana) atau diyat (denda) pelaku quthau al-thariq.
Mendukung tindakannya adalah sama dengan mendukung aksi begal dan perampok digital karena keserupaan delik tindakannya dengan begal dan perampok di dunia nyata.
Hal ini ditilik dari modus operasinya keduanya yang menyerupai pelaku qutha’u al-thariq (begal). Dia tidak lagi bisa dikelompokkan ke dalam kejahatan sirqah (pencurian) karena illat hukum ancaman perundungan yang ditebarkannya. Simak definisi dasar dari qutha’u al-thariq berikut ini.
قُطّاع الطريق … وسمي بذلك لامتناع الناس من سلوك الطريق خوفا منه، وهو مسلم مكلف له شوكة؛ فلا يشترط فيه ذكورة، ولا عدد
Artinya: “Begal jalanan (perampok) …disebut demikian karena cirinya yang menghambat manusia dari mengambah suatu jalan tertentu karena takut dengannya. Pelakunya adalah muslim, mukallaf, dan memiliki anak buah. Tidak harus dari jenis kelamin laki-laki serta terdiri dari sejumlah orang.” (Muhammad ibn Qasim al-Ghazy, Fath al-Qarib al-Mujib fi Syarhi Alfazh al-Taqrib, Beirut: Dar Ibn Hazm, 2005, Juz 1, halaman 287).
Menurut tipenya, qathi’u al-thariq ini memiliki 4 karakteristik dasar, yaitu:
وقطاع الطريق على أربعة أقسام إن قتلوا ولم يأخذوا المال قتلوا فإن قتلوا وأخذوا المال قتلوا وصلبوا وإن أخذوا المال ولم يقتلوا قطعت أيديهم وأرجلهم من خلاف فإن أخافوا السبيل ولم يأخذوا مالا ولم يقتلوا حبسوا وعزروا ومن تاب منهم قبل القدرة عليه سقطت عنه الحدود وأخذ بالحقوق.
Artinya, “Ada 4 macam tipe perampok, yaitu: (1) mereka membunuh namun tidak mengambil harta, maka mereka dihukum mati. (2) Jika mereka membunuh dan merampas harta, maka mereka dihukum mati dan disalib. (3) Apabila mereka merampas harta namun tidak disertai pembunuhan, maka mereka dihukum potong tangan dan kakinya secara bersilangan. (4) apabila mereka hanya menakut-nakuti orang yang lewat saja, namun tidak merampas harta serta tidak membunuh, maka mereka dipenjara dan dita’zir. Apabila mereka bertaubat, sebelum mampu menunaikan pengembalian harta, maka mereka diterima taubatnya dan gugur pidana bagi mereka, dan selanjutnya diambil hak yang wajib mereka tunaikan.” (Abi Syuja’, Matan al–Ghayah wa al-Taqrib, Tanpa Kota: ‘Alami al-Kutub, TT., halaman 39-40)
Tipe yang menyerupai tindakan hacking dan doxing adalah tipe ketiga dan keempat, bergantung pada ada atau tidaknya harta yang terambil dengan jalan menebar intimidasi. Jika ada harta yang terambil akibat intimidasi, maka had bagi pelakunya secara syara’ adalah dipotong kaki dan tangannya secara bersilangan.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Fathoni Ahmad