Membantu mengunyahkan makanan untuk bayi saat berpuasa hukumnya boleh asal jangan sampai tertelan. (Foto: Freepik)
Jakarta, NU Online
Seorang bayi yang belum memiliki gigi membuatnya susah untuk mengunyah makanan. Hal ini kadang mengharuskan ibu bayi untuk membantu mengunyahkannya. Salah satu hal yang dapat membatalkan puasa adalah memasukan sesuatu ke dalam perut melalui lubang-lubang telah ditentukan seperti lewat mulut.
Lalu bagaimana hukum seseorang yang membantu mengunyahkan makanan untuk bayi?
Memasukkan makanan ke dalam mulut saat berpuasa selama tidak ditelan hukumnya adalah boleh, hal ini selama ada kebutuhan seperti untuk membantu mengunyahkan makanan atau mencicipi masakan guna memastikan cita rasanya pas. Lain lagi jika tidak ada kebutuhan yang mendesak seperti kedua kasus di atas, maka hukumnya makruh.
Berbeda jika sampai tertelan, maka bukan saja makruh, tetapi batal puasanya. Syekh Sulaiman al-Jamal dalam Hasyiyatul Jamal menjelaskan,
(قَوْلُهُ: وَهُوَ مَكْرُوهٌ) وَكَذَا الذَّوْقُ مَكْرُوهٌ أَيْضًا اهـ رَشِيدِيٌّ وَهَذَا إذَا كَانَ لِغَيْرِ حَاجَةٍ أَمَّا لَهَا فَلَا يُكْرَهُ كَأَنْ يَذُوقَ الطَّعَامَ مُتَعَاطِيهِ لِغَرَضِ إصْلَاحِهِ فَلَا يُكْرَهُ وَإِنْ كَانَ عِنْدَهُ مُفْطِرًا آخَرُ؛ لِأَنَّهُ قَدْ لَا يَعْرِفُ إصْلَاحَهُ مِثْلَ الصَّائِمِ اهـ. ع ش عَلَى م ر.
Baca Juga
Berenang saat Puasa, Batalkah?
Artinya: “Redaksi ‘kemakruhan mengunyah’, begitu pula mencicipi makanan, hukumnya juga makruh. Demikian kata Rasyidi. Kemakruhan mencicipi makanan tersebut apabila tidak ada kebutuhan yang mendesak. Jika memang ada kebutuhan mendesak, hukumnya juga tidak makruh seperti orang mencicipi makanan untuk mengetahui sudah enak atau belum, hukumnya tidak makruh meskipun mempunyai konsekuensi membatalkan (jika tertelan) karena semacam orang puasa tidak akan bisa mengetahui makanan sudah lezat atau belum (kecuali dengan mencicipi). Demikian menurut Ali Sibromulisi atas Ramli.”
Meski tidak makruh, jika tujuan mengunyah semula memang karena kebutuhan seperti untuk membantu memberi makan bayi, tapi ternyata tidak sengaja sampai tertelan, maka puasanya batal. Syekh Al-Umrani dalam al-Bayan (3/534) memaparkan,
ويكره للصائم مضغ الخبز، فإن كان معه صبي يحتاج إلى مضغ الخبز له.. لم يكره؛ لأنه موضع ضرورة، فإن نزل إلى حلقه.. أفطر
Artinya: “Dimakruhkan bagi orang yang berpuasa mengunyah roti. Jika dia bersama anak kecil yang membutuhkan bantuan kunyahan, maka tidak dimakruhkan, karena posisinya adalah darurat. Apabila sampai masuk tenggorokan, puasanya batal.”
Kesimpulannya, membantu mengunyahkan makanan untuk bayi saat berpuasa hukumnya boleh. Kendati demikian, jangan sampai ada makanan yang tertelan karena bisa membatalkan puasa, meskipun tidak sengaja.
Tulisan ini diproduksi ulang dari artikel NU Online berjudul Hukum Mengunyahkan Makanan untuk Bayi saat Puasa.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Aiz Luthfi