Nasional

Menkeu Sebut Neraca Perdagangan Indonesia Tumbuh 52,6 Persen Dibanding 2024

Rabu, 10 September 2025 | 16:00 WIB

Menkeu Sebut Neraca Perdagangan Indonesia Tumbuh 52,6 Persen Dibanding 2024

Menkeu Purbaya saat menyampaikan keterangan kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (10/9/2025). (Foto: NU Online/Haekal)

Jakarta, NU Online

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa neraca perdagangan Indonesia tumbuh 52,6 persen atau surplus USD 29 miliar pada Junuari-Agustus 2025 dibanding periode sebelumnya pada 2024.


Ia juga menegaskan bahwa meski situasi ekonomi global masih terjadi ketidakpastian, tekanan terhadap mata uang rupiah mulai mereda.


"Di tengah gejolak global, kinerja instrumen keuangan terus membaik dan kepercayaan investor juga terus pulih. Hal ini terefleksi pada tekanan pada rupiah yang mereda dan kinerja SBN dengan yield yang terus turun. Surplus neraca perdagangan menopang kinerja rupiah," kata Purbaya dalam Raker dengan Komisi XI DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (10/9/2025).


"Di samping neraca perdagangan yang konsisten surplus, konversi valas ke rupiah oleh eksportir dalam rangka pemenuhan kebijakan pemerintah mengenai devisa hasil ekspor atau DHE SDA turut mendukung meredanya tekanan pada nilai tukar rupiah," tambahnya.


Di samping itu, Purbaya menerangkan bahwa adanya modal asing menjadi satu faktor penting dalam stabilitas rupiah, selain dari perdagangan. Ia memaparkan, modal asing ke Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp77,02 triliun.


"Aliran masuk modal asing ke pasar SBN yang mencapai Rp77,02 triliun per 4 September 2025 menjadi faktor positif tambahan bagi rupiah," ujarnya.


Purbaya juga menyinggung penyebab krisis moneter pada 1998 dan meminta agar kejadian serupa tidak boleh terulang kembali.


"Negara sudah berantakan pada waktu itu kan. Pada 2000 pertumbuhan mendekati nol, rendah kan. Habis itu kita bantu ke sana, dan waktu itu Pak SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) bisa tingkatkan pertumbuhan hingga 6 persen kan, terus diganti ke Pak Jokowi, pertumbuhannya sedikit di bawah 5 persen on average," jelasnya.


Ia menyebut bahwa kebijakan moneter yang tak jelas itu menjadi titik awal hancurnya perekonomian Indonesia pada 1998. Purbaya mencatat bahwa Bank Indonesia (BI) sampai menaikkan bunga hingga 60 persen.


"Kalau kita melahirkan kebijakan kacau yang keluar adalah setan-setannya dari kebijakan itu, bunga yang tinggi menghancurkan riil sektor, uang yang banyak dipakai untuk serang nilai tukar rupiah kita, jadi kita membiayai kehancuran ekonomi kita tanpa sadar," pungkasnya.