Nasional

Menteri Pertanian Gugat Tempo Senilai Rp200 Miliar, LBH Pers Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Selasa, 16 September 2025 | 15:00 WIB

Menteri Pertanian Gugat Tempo Senilai Rp200 Miliar, LBH Pers Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Logo Tempo. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Mustafa Layong menyayangkan langkah Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang mengajukan gugatan perdata senilai Rp200 miliar terhadap Tempo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana kasus tersebut digelar pada Senin, 15 September 2025.


Dalam sidang tersebut, kedua pihak hadir melalui kuasa hukum masing-masing. Namun, Amran Sulaiman tidak hadir secara langsung, dan hanya diwakili oleh pengacaranya, Chandra Muliawan. Sementara pihak Tempo didampingi oleh tim kuasa hukum dari LBH Pers sebagai pengacara publik.

"Gugatan Amran maju ke sidang karena kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan perdamaian dalam lima kali mediasi. Menteri Amran selalu tak hadir dalam jadwal mediasi, sementara Tempo selalu hadir dan mengirimkan direksi untuk mendiskusikan perdamaian dalam mediasi," tulis keterangan Tempo yang diterima NU Online pada Selasa (16/9/2025).


Kronologi berlanjut dengan Amran Sulaiman mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara perdata Rp200 miliar pada 1 Juli 2025, menuduh Tempo melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemberitaan yang menurutnya merugikan secara pribadi dan institusi. Padahal, perkara ini sebelumnya telah diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers.


"Pengaduan Amran terhadap poster berita edisi 16 Mei 2025 berjudul Poles-poles Beras Busuk. Poster ini menjadi pengantar ke dalam artikel Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah," demikian keterangan tersebut.


Tempo menerangkan bahwa artikel itu mengulas kebijakan Bulog dalam menyerap gabah petani tanpa memilah kualitas dengan harga tunggal Rp6.500 per kilogram. Kebijakan ini disebut berhasil mendorong peningkatan cadangan beras Bulog hingga 4 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah.


Namun, kebijakan itu mendorong petani mencampur gabah kualitas bagus dan buruk sebelum menjualnya ke Bulog. Di beberapa daerah petani bahkan mencampur gabah dengan air untuk menambah berat. Akibatnya, beras di gudang Bulog rusak.


Lebih lanjut, Mustafa menjelaskan bahwa kata "busuk" dalam judul yang dipersoalkan Amran Sulaiman itu sudah sesuai dengan makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti rusak dan berbau tidak sedap. Artikel tersebut juga mengutip pernyataan Amran yang mengakui ada beras rusak.


Dewan Pers menerima keberatan dan membuat lima poin rekomendasi, empat di antaranya untuk Tempo. Di antaranya mengubah judul, mengganti poster, memoderasi konten poster edisi 16 Mei 2025, dan meminta maaf. Menurut Mustafa, Tempo sudah melaksanakan seluruh rekomendasi itu sebelum tenggat yang dibuat Dewan Pers, yakni 2x24 jam.


Tempo menerima dokumen PPR pada 18 Juni 2025 dan melaksanakan seluruh rekomendasi pada 19 Juni 2025. Tempo juga mengirimkan pemberitahuan dengan mencantumkan tautan perubahan judul poster di Instagram menjadi Main Serap Gabah Rusak


Karena itu, Mustafa menyayangkan Amran yang bersikukuh mengguggat media ke pengadilan. Padahal menurut Dewan Pers, berita Tempo merupakan bentuk kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah yang dilindungi Undang-Undang Pers.


“Apalagi, Kementerian Pertanian tak mengirimkan hak jawab terlebih dahulu kepada kami sebelum membuat pengaduan ke Dewan Pers,” kata Mustafa.


Ia berharap, hakim tak meneruskan sidang tersebut karena mencederai kebebasan pers. Menurut Mustafa, keberatan narasumber terhadap berita, sesuai UU Pers, diselesaikan dengan hak jawab dan hak koreksi. Karena itu, sesuai rekomendasi Dewan Pers, Tempo juga sudah melaksanakan keduanya, meski tak diminta Kementerian Pertanian.


Dengan pelaksanaan rekomendasi Dewan Pers, Mustafa mempertanyakan perbuatan melawan hukum yang menjadi tuduhan pokok Amran Sulaiman bahwa Tempo tak melaksanakan rekomendasi Dewan Pers.


“Ini tuduhan yang aneh dan mengada-ada. Karena itu, gugatan ini cenderung bertujuan membungkam kebebasan pers yang menjadi syarat penting demokrasi," kata Mustafa.


Terhadap gugatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman tersebut, LBH Pers berpendapat sebagai berikut:


Pertama, ⁠Dewan Pers adalah pengawas Kode Etik Jurnalistik. Kegiatan jurnalistik setiap wartawan atau perusahaan pers memiliki pedoman yang menjadi standar serta diikuti dengan Kode Etik Jurnalistik.


Menyangkut pemberitaan, Undang-Undang Pers memberikan mandat dan wewenang kepada Dewan Pers mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional untuk melaksanakan fungsi, salah satunya memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Karena itu, tidak tepat menilai karya jurnalistik sebagai perbuatan melawan hukum.


Kedua, ⁠Tempo sebagai perusahaan pers berhak melakukan kontrol sosial terhadap pemerintahan sebagai wujud kedaulatan rakyat. Tempo sedang menjalankan tugas dan fungsi pers dalam menerbitkan berita sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


Artikel Tempo tentang kebijakan penyerapan gabah merupakan fungsi kontrol sosial media terhadap kebijakan pemerintah dan pemenuhan hak informasi kepada masyarakat.


Ketiga, Menteri Pertanian tidak hadir selama proses mediasi, baik saat mediasi di Dewan Pers maupun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sementara direksi Tempo dengan itikad baik senantiasa hadir untuk menyelesaikan permasalahan. Tawaran Tempo menyediakan hak jawab berupa wawancara kepada Menteri Pertanian sebagai bagian dari mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan juga ditolak.


Keempat, gugatan perbuatan melawan hukum sebagai unjustified lawsuit against press (ULAP). Gugatan perbuatan melawan terhadap karya jurnalistik merupakan tindakan yang dapat dikualifikasi sebagai gugatan yang bertujuan untuk mengganggu kemerdekaan pers dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kontrol sosial atau ULAP tidak didahului atau tidak melalui mekanisme sengketa pers yang telah diatur sebagaimana dalam Undang-Undang Pers, seperti hak jawab atau hak koreksi.


ULAP dalam bentuk gugatan terhadap pers dapat mengganggu kebebasan pers, melegitimasi pembungkaman melalui hukum dan bentuk kemunduran terhadap demokrasi karena menghalangi praktik jurnalisme profesional dan kritis.