Nasional

Miliki Banyak Atribusi, Kiai Said: Gus Dur Manusia Sempurna

Ahad, 20 Desember 2020 | 13:00 WIB

Miliki Banyak Atribusi, Kiai Said: Gus Dur Manusia Sempurna

Gus Dur saat menerima kunjungan Amien Rais. (Foto: Dok. Pojok Gus Dur)

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengatakan bahwa KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah manusia sempurna. Namun demikian, Gus Dur pasti memiliki berbagai khilaf dan salah. 


“Contohlah Gus Dur, itulah orang yang sempurna sebagai muslim. Manusia mukmin yang sempurna menurut saya. Terlepas dari itu pasti ada kekurangan, kekhilafan, dan kesalahan. Itu saya yakin Allah mengampuni segala dosa beliau,” ungkapnya dalam Annual Gus Dur in Memorial Lecture yang digelar PCINU Australia-New Zealand, Sabtu (19/12).


Kiai Said kemudian menyebutkan banyak atribusi yang melekat kepada Gus Dur. Menurutnya, Presiden keempat Republik Indonesia itu adalah seorang murabbi, pemimpin, dan guru yang ideal. Siapa pun yang melihat Gus Dur, akan merasa kecil di hadapannya.


Baca juga: Gus Dur Alami Kekalahan Politik karena Perjuangkan Keadilan Rakyat


Selain itu, Kiai Said menegaskan bahwa Gus Dur adalah seorang ulama ahli fiqih, ahli ushul fiqih, ahli hukum Islam. Siapa saja yang berhadapan dengan Gus Dur pasti akan merasa kurang ilmu. Sebab, Gus Dur menguasai berbagai kitab kuning.


“Gus Dur itu menguasai kitab-kitab kuning. Seperti Fathul Wahab dan Fathul Muin, Gus Dur menguasai itu. Jangan dikira Gus Dur tidak tahu kitab kuning,” jelas kiai asal Cirebon ini. 


Sejarawan
Selanjutnya, disebutkan bahwa Gus Dur adalah seorang sejarawan. Kiai Said mengagumi pengetahuan Gus Dur tentang sejarah Indonesia dan dunia yang belum pernah tertulis di buku-buku sejarah.


“Unik sekali Gus Dur itu. Apalagi kalau sudah bicara sejarah Nusantara, para wali, para leluhur kita. (Sejarah itu) belum ada di buku yang tertulis, saya sudah mendengar banyak dari Gus Dur,” ungkap Pengasuh Pesantren Luhur Al Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan ini.


Baca juga: Politik bagi Gus Dur, Alissa: Wasilah Perkuat Martabat Kemanusiaan


Gus Dur juga disebut sebagai seorang pemikir sekaligus budayawan yang sempurna. Orang-orang yang berhadapan dengannya pasti akan merasakan silau dan segan. Bahkan, bakal merasa gemetar. Kiai Said menegaskan bahwa Gus Dur juga seorang seniman.


“Beliau seorang pemikir yang unggul dan ulung. Hafal metode berpikir para filsuf kuno. Seperti Yunani Kuno, abad pertengahan Islam, Ibnu Sina, al-Farabi, Ibn Rusyd, al-Ghazali, dan sampai filsuf modern sekalipun,” jelas Kiai Said.


Baca juga: Saat Jabat Presiden, Gus Dur Libatkan Masyarakat dalam Pembuatan Kebijakan


Tak hanya itu, atribusi yang melekat pada Gus Dur adalah seorang komentator olahraga, terutama sepak bola. Siapa saja orang yang berhadapan dengannya, pasti akan kalah pengetahuan mengenai pesepakbolaan. 


“Gus Dur bisa hafal nama-nama pemain sepak bola dari Italia, Brazil, Argentina, Spanyol, Prancis, Inggris. Apalagi pemain dalam negeri, hafal (semua) namanya. Itu yang saya kagumi,” tutur kiai yang baru saja selesai masa karantina Covid-19 ini. 


Sang zahid
Terakhir, ia mengatakan bahwa Gus Dur adalah zahid, seorang yang tidak mementingkan berbagai urusan atau perkara keduniaan. Setiap orang yang berhadapan dengannya pasti akan merasa belum mencapai maqam atau derajat yang telah ditempuh Gus Dur.


Oleh karena seorang zahid, maka Gus Dur juga seorang yang telah mencapai derajat tawakkal alallah. Gus Dur telah mampu memasrahkan hidupnya secara total kepada Allah. Melihat bagaimana Gus Dur bertawakal, Kiai Said pun merasa belum mampu mengimbanginya.


Baca juga: Gusdurian Dorong Konsep Pribumisasi Islam Jadi Strategi Gerakan Masyarakat


“Beliau itu adalah orang yang sangat pasrah kepada Allah. Ketika sakit, beliau terbaring di kamar rumahnya tidak pernah mengeluh sama sekali. Beliau tetap bercanda, tetap segar, dan seakan-akan tidak dalam keadaan sakit,” ungkap Kiai Said.


Ditegaskan kembali oleh Kiai Said bahwa Gus Dur adalah seorang yang zahid karena tidak pernah menyimpang uang. Bahkan, tidak pernah memiliki kartu kredit atau buku tabungan dari bank-bank yang ada di Indonesia. 


Gus Dur tidak pernah menyimpan uang dalam jumlah yang banyak. Kiai Said berkisah, saat Gus Dur masih menjadi Ketua Umum PBNU dulu, ia pernah diajak berkeliling di Jawa Timur ke daerah Surabaya, Gresik, Malang, dan Sidoarjo.


Ketika pulang, Gus Dur mendapatkan bisyarah atau amplop berisi uang yang tidak seberapa. Namun, duit tersebut sudah habis terlebih dulu di kantor. Walhasil, uang yang dibawa pulang, kata Kiai Said, hanya seperempatnya saja. 


“Di kantor sudah habis itu bisyarah amplop-amplop yang dari beberapa tempat itu. Sebagian besar habis di kantor, yang dibawa pulang paling hanya seperempatnya saja. Saya bersaksi itu,” pungkas Kiai Said.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Musthofa Asrori