Nasional

Munas Alim Ulama NU 2025: Laut Tidak Boleh Dimiliki Individu Maupun Korporasi

Kamis, 6 Februari 2025 | 20:10 WIB

Munas Alim Ulama NU 2025: Laut Tidak Boleh Dimiliki Individu Maupun Korporasi

Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah Munas Alim Ulama NU 2025 saat memimpin sidang komisi di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (6/2/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama menetapkan bahwa laut tidak boleh dimiliki oleh baik individu maupun korporasi.


"Kita dalam deskripsi masalahnya laut dikapling sebagai kepemilikan individu ataupun korporasi itu bisa jadi hak milik atau tidak? Nah, jawabannya laut tidak bisa dimiliki oleh individu ataupun korporasi,” ujar KH Muhammad Cholil Nafis, Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah, pada Sidang Pleno Munas Alim Ulama NU di Hotel Sultan, Jakarta pada Kamis (6/2/2025).


Lebih lanjut, Kiai Cholil juga secara tegas menyampaikan, negara tidak boleh menerbitkan sertifikat kepemilikan laut atau Hak Guna Bangunan (HBG) di kawasan laut baik kepada individu ataupun korporasi.


”Pertanyaan selanjutnya, bolehkan negara menerbitkan sertifikat kepemilikan laut kepada individu atau korporasi? Maka otomatis negara tidak boleh menerbitkan sertifikat baik kepada individu ataupun korporasi,” ujarnya yang disusul tepuk tangan oleh audiens.


Sebagai informasi, pembahasan isu ini berlangsung secara lancar. Hal ini mengingat seluruh peserta menyepakati draf yang dibahas. Dalam sidang komisi, Kiai Cholil menyampaikan bahwa laut boleh dimanfaatkan oleh siapa pun, untuk berbagai pemanfaatan seperti memberikan minum ternak, mengairi sawah, dan membuat budidaya ikan.


”Kalau kita lihat di Kepualuan Seribu (Jakarta), itu kan ada tambak ikan bandeng laut, yang rasa ikannya dari air asin karena dipelihara di laut. Nah, itu boleh memanfaatkan laut untuk tambak ikan bandeng,” kata Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.


Ia mengatakan bahwa negara hanya dapat memberikan izin pemanfaatan laut untuk kepentingan tertentu, seperti perikanan atau pariwisata, tetapi bukan hak kepemilikan penuh. Sebagai pengelola, negara bertanggung jawab memastikan pemanfaatan laut tetap berkelanjutan dan tidak merugikan masyarakat atau lingkungan.


Senada, Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah KH Mahbub Ma’afi menyampaikan bahwa negara tidak boleh menerbitkan sertifikat kepemilikan laut atau HGB di Kawasan laut karena berkaitan dengan pelestarian ekosistem laut.


“Negara tidak boleh menerbitkan sertifikat, haram hukumnya,” ujar Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU itu.


Ia juga menyampaikan bahwa dalam konteks ini, konsep ihyaul mawat (menghidupkan tanah tak bertuan) tidak dapat diterapkan dalam laut dengan alasan apa pun. “Tidak ada ihya’ul mawat dalam laut,” tegasnya.