Nasional

Pasangan Pilih Tak Punya Anak Makin Tinggi, Indonesia Terancam Depopulasi?

Rabu, 13 November 2024 | 20:00 WIB

Pasangan Pilih Tak Punya Anak Makin Tinggi, Indonesia Terancam Depopulasi?

Ilustrasi childfree. (Foto: NU Onine)

Jakarta, NU Online

Pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak (childfree) sedang menjangkiti masyarakat di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laporan periode 2023 terkait kasus childfree. BPS melakukan survei kepada kelompok perempuan dan ditemukan 71 ribu perempuan berusia 15 hingga 49 tahun mengaku tidak ingin memiliki anak.


Melihat fenomena Childfree ini Dosen Psikologi dari UIN Sunan Kalijaga, Maya Septia, menjelaskan bahwa semakin tinggi pendidikan perempuan, meningkatnya kemandirian ekonomi perempuan, budaya individualis, perempuan semakin punya kebebasan untuk memilih untuk menjadi berbeda dari kebanyakan orang.


"Bahwa saya tidak mesti mengikut tren kebanyakan orang, mereka terpengaruh budaya individualisme dari Barat, sedang negara kita masih memegang erat kolektivisme," kata Maya saat dihubungi NU Online, Selasa (12/11/2024).


Ia mengungkapkan, pasangan yang memilih untuk tidak punya anak merasa tidak memperdulikan tanggung jawab sosial, mereka lebih suka budaya individualis dari Barat, memilih rujukan dari dirinya sendiri, dari egonya dan pertimbangan sendiri dia tidak terlalu peduli dengan orang lain.


Maya pun mengungkapkan, selain tidak punya anak, orang semakin lama juga semakin memilih untuk tidak atau menunda untuk menikah. Faktor teknologi menciptakan kenyamanan, memilih untuk tetap nyaman. Bayangkan mengenai pernikahan dan tidak mau punya anak itu dianggap menyenangkan bagi dirinya.


"Dari pihak kami pun banyak sosialisasi dari Muslimat, KUPI, pusat studi wanita, yang menjamin bahwa pernikahan itu bisa menciptakan keluarga bahagia, bisa musyawarah, prinsip yang senantiasa harus kita sosialisasikan. Pernikahan pasti membuat perempuan tidak bisa ngapa-ngapain itu bisa kita tepis," jelas Psikolog yang juga pengurus Pondok Pesantren Krapyak itu.


Faktor memilih tidak punya anak

Dalam penelitian jurnal Syntax Idea berjudul Childfree di Indonesia, Fenomena atau Viral Sesaat? Farrencia Nallanie dan Fhelincia Nathanto dari Universitas Pelita Harapan pada 2024 menemukan beberapa faktor mengapa perempuan tidak ingin mempunyai anak.


Pertama, karena faktor finansial. Selain ada juga yang bisa punya kemandirian finansial, hal terbesar orang memilih untuk tidak memiliki anak adalah karena biaya untuk menghidupi anak. Dari masa ke masa tingkat inflasi semakin meninggi. 


Berdasarkan data BPS, untuk hidup layak di Jakarta untuk 1 rumah tangga saja dibutuhkan uang sekitar Rp14.000.000,00 sampai Rp15.000.000,00 selama sebulan pada tahun 2022. Sedangkan UMR (Upah Minimum Regional) di Jakarta pada 2022 sebesar Rp4.650.000,00.


Sehingga walaupun suami dan istri bekerja, pemasukan tetap kurang dari pengeluarannya. Maka dari itu, sebagian dari pasangan di Indonesia lebih memilih untuk tidak memiliki anak karena takut tidak bisa bertanggung jawab pada anak tersebut, khususnya secara finansial. 


Salah satu pengeluaran terbesar seorang anak adalah biaya pendidikan. Walaupun pemerintah sudah memberikan fasilitas sekolah gratis, tetapi tidak semua orang yang memanfaatkan hal tersebut. 


Berdasarkan data survei Ekonomi Nasional, 76 persen keluarga yang tidak memberikan pendidikan yang cukup kepada anak-anaknya karena biaya sekolah yang tidak dapat mereka cukupkan. Sedangkan di sisi lain, perusahaan atau lowongan pekerjaan di Indonesia hanya menerima karyawan yang sudah sarjana atau sederajat.


Kedua, mengikut tren budaya barat. Pada era sekarang, semakin banyak masyarakat yang menggemari budaya barat, terutama generasi milenial dan generasi Z. Sosial budaya dari Negeri Barat semakin beredar di Indonesia, baik dari media film, produk, restoran, dan lainnya. 


Selain itu, pandangan dan gaya hidup Barat juga seringkali diterapkan di Indonesia, salah satu contohnya adalah budaya childfree ini. 


Di sisi lain, tidak bisa dikatakan bahwa orang-orang yang memilih untuk childfree karena terpengaruh budaya Barat, tetapi gagasan tentang childfree dimulai dari budaya Barat. Hal ini karena mereka menerapkan ideologi liberal.


Ketiga, Trauma masa lalu. Faktor lain kenapa wanita atau keluarga tidak memiliki anak menjadi fenomena yang mulai berkembang di Indonesia, trauma masa lalu menjadi salah satu alasan di baliknya.


Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan narasumber bahwa pengalaman traumatis seperti kekerasan dalam rumah tangga, pola asuh yang otoriter, atau keluarga yang broken home dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk memilih hidup tanpa anak. 


Trauma masa lalu yang dialami oleh seseorang dapat menciptakan rasa tidak percaya diri di dalam menjadi orang tua yang baik, karena mereka khawatir akan mengulangi siklus negatif tersebut pada generasi berikutnya.


Orang-orang yang memiliki trauma masa lalu cenderung merasa takut ketika mereka 
menjadi orang tua. Mereka akan menjadi sama dengan orang tua mereka dan melakukan hal yang buruk terhadap anak mereka.

 

Dampak yang pasti dari childfree menurut Farrencia Nallanie dan Fhelincia Nathanto ialah jumlah sumber daya manusia menurun (depopulasi). Jika sumber daya manusia menurun, maka di Indonesia akan seperti negara maju, seperti Singapura yang usia produktifnya semakin panjang. Usia pensiun juga akan mengikuti usia produktif yang kemungkinan akan berubah.


Jika angka kelahiran semakin menurun, Indonesia harus dengan cepat memperbaiki tingkat kualitas sumber daya manusianya. Hal ini bertujuan supaya walau usia sudah lanjut, tetapi mereka tetap memiliki kualitas yang baik. Praktiknya tentu dari peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.