Nasional

PBNU Ajak Dunia Internasional Gerakkan Humanitarian Islam untuk Kehidupan yang Lebih Harmonis

Rabu, 11 September 2024 | 13:45 WIB

PBNU Ajak Dunia Internasional Gerakkan Humanitarian Islam untuk Kehidupan yang Lebih Harmonis

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat menyampaikan pidato kunci pada Seminar Nasional tentang Humanitarian Islam di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (11/9/2024). (Foto: TVNU/Miftahus Surur)

Surakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggerakkan humanitarian Islam di tengah perkembangan politik global yang demikian dinamis.


PBNU mengajak semua kalangan internasional untuk bergabung bersama dalam mewujudkan perdamaian dan kehidupan global yang harmonis.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf pada Seminar Nasional Humanitarian Islam di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (11/9/2024).


"Digerakkan Islam untuk kemanusiaan global ini memanggil semua orang yang berkehendak baik dari setiap agama dan kebangsaan untuk bergabung dalam gerakan global yang memperjuangkan terwujudnya satu tatanan internasional yang sungguh-sungguh adil dan harmonis yang dibangun di atas prinsip penghormatan terhadap kesetaraan hak dan martabat bagi setiap manusia," katanya.


Gus Yahya, sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa terma humanitarian Islam ini sebetulnya dipelintir sedikit dari aslinya. Sebab, asal-usul term tersebut dari bahasa Arab, Al-Islam lil Insaniyah: Islam untuk kemanusiaan.


"Berarti Islam yang mengabdi, melayani seluruh umat manusia, bukan hanya umat Islam saja. Bahasa Indonesianya Islam untuk kemanusiaan," ujarnya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Namun, frasa bahasa Inggris yang dipilih bukan Islam for Humanity. Sebab, menurut akademisi, istilah tersebut ada kesan di kepalanya orang Inggris, seluruh umat manusia disuruh masuk Islam semua.


"Khawatir ini akan diterima dengan salah paham. Maka dipelintir sedikit menjadi humanitarian Islam," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.


Terma tersebut merupakan semacam rangkuman dari satu strategi jangka panjang yang sudah dijalankan selama bertahun-tahun sejak 2012-2013. Sampai Sekarang, strategi humanitarian Islam itu masih terus digulirkan.


"Ini merupakan gabungan, diinisiasi oleh sejumlah teman dari kalangan aktivis NU dan pesantren bersama-sama dengan beberapa tokoh dari jaringan internasional, baik dari Timur tengah, Mesir, Amerika Serikat, Eropa," ujarnya.


"Ini diinisiasi oleh satu lingkaran internasional dari para aktivis dan intelektual baik dari NU maupun kalangan Muslim lainnya, maupun dari kalangan non-Muslim yang semuanya punya konsen yang sama punya jalan keluar apa yang kita anggap sebagai kemelut peradaban," imbuh Gus Yahya.


Strategi jangka panjang ini, menurutnya, meliputi perkembangan rumusan pemikiran mengenai realitas hari ini, soal latar belakangnya, hingga tantangan masa depan yang akan dihadapi. Hal ini dirumuskan dalam berbagai dokumen yang sudah disepakati dalam forum-forum internasional yang digelar NU.


PBNU juga mendorong dunia internasional untuk dapat menaati tatanan dunia internasional yang sudah disepakati dalam dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).


Gus Yahya mengatakan, Muktamar Internasional Fiqih Peradaban juga menyepakati bahwa perjanjian politik internasional yang terdokumentasi dalam Piagam PBB itu sah sebagai landasan dalam mewujudkan perdamaian dunia.


“Keadaan belum sesuai isi (Piagam PBB), mari kita perjuangkan supaya jadi sesuai sehingga tidak ada prejudice satu sama lain,” lanjutnya.


Senada, Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Hartono menyampaikan bahwa Humanitarian Islam bisa menjadi solusi konkret bagi perkembangan dunia modern.


“Seminar ini kesempatan bagi kita mendalami jauh bagaimana Islam solusi konkret bagi perkembangan modern, relevan dengan zaman,” katanya.


"Sangat berkontribusi pada upaya membangun masyarakat lebih adil damai sejahtera, mengajak secara aktif berpartisipasi, dan mampu menghasilkan rekomendasi praktis yang dapat diimplementasikan," lanjutnya.


Sebab, tantangan global yang dihadapi sekarang semakin kompleks. Konflik Rusia-Ukrana belum selesai, muncul genosida Israel terhadap Palestina. Hal ini menimbulkan ketidakpastian, mengancam dan menghantui dunia sekarang. Belum lagi problem keadilan sosial yang juga masih mengemuka.


Konsep humanitarian Islam ini menekankan nilai Islam berakar pada kasih sayang. Hal ini adalah refleksi peran agama, solidaritas, dan kerja sama antarmanusia terhadap perbedaan agama, suku, maupun budaya.


Sementara itu, Direktur Jenderal Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Abdul Haris menyampaikan bahwa gejolak politik internasional dewasa ini mengantarkan pada krisis kemanusiaan ketegangan politik, hingga genosida Israel membabi buta.


Haris menyebut, umat Islam punya tanggung jawab moral dan intelektual dalam mewujudkan harmonisme kehidupan masyarakat dunia. Sebab, Islam menjunjung tinggi kemanusiaan, perdamaian, dan keadilan.


"Kita perlu mengembalikan Islam pada esensi kemanusiaan. Agama menujunjung tinggi kemanusiaan," ujarnya.


Sebagaimana disebut dalam Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat 13, Islam memberikan perlindungan tanpa memandang latar belakang agama, ras, dan etnis.


"Islam dan kemanusiaan adalah sebuah cerminan prinsip maqashid syariah. Dengan prinsip tersebut, pendekatan seimbang spiritual ukhrawi dan kesejahteraan dunia," katanya.


Sebagai informasi, seminar nasional ini terdiri dari dua sesi. Sesi pertama menghadirkan tiga narasumber, yakni (1) Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Noorhaidi Hasan; (2) Dosen Fakultas Teknik UNS Prof Dody Ariawan; serta (3) Budayawan, Kepala Makara Art Centre UI dan Ketua Forum Kebangsaan UI Ngatawi al-Zastrouw. Sesi ini dipandu Prof Ahmad Syafiq, Guru Besar Universitas Indonesia.


Sementara sesi kedua, ada tiga narasumber yang menyampaikan materi, yakni (1) Dosen UNS dan Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Ibrahim Fatwa Wijaya; (2) Dosen FISIP UGM dam Wasekjen PBNU M Najib Azca; dan (3) Dekan Fakultas Islam Nusantara, Universitas Nahdlatul Ulama (Unusia) Jakarta Ahmad Suaedy. Sesi ini dipandu Dewanti Cahyaningsih, kandidat doktor Universitas Limoges Perancis.


Seminar Nasional di UNS ini merupakan rangkaian Konferensi Internasional tentang Humanitarian Islam yang digagas PBNU bekerja sama dengan Universitas Indonesia. Konferensi ini akan digelar pada 4-6 November 2024 di Jakarta.