Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerima kunjungan sebelas tokoh Pakistan, Selasa (26/6). Mereka diterima Wakil Ketua PBNU H. As’ad Said Ali, Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F. Mas’udi, dan Wakil Sekretaris PBNU Imdadun Rahmat di kantor PBNU, Jakarta.<>
Perwakilan Pakistan yang tiba di PBNU pukul 17.00 tersebut, mengajak bertukar pikiran mengenai bagaimana hidup damai dalam keragaman.
Mereka bercerita bahwa negara mereka sedang berada dalam situasi kritis karena beberapa faktor, di antaranya masalah politik yang tak kunjung stabil. Sebabnya adalah agama menjdi ideologi negara, sehingga kepentingan politikus menjadi seolah-olah kepentingan agama.
Kedua, persoalan sekte keagamaan demikian tajam, “Di negara kami, masing-masing berpegang pada salah satu madzhab dengan fanatik. Di sisi lain, permasalahan ekonomi juga tidak bisa dianggap kecil,” ujar salah seorang perwakilan mereka.
As’ad Said Ali memperkanalkan NU. Menurutnya, NU hidup di negara yang tidak berdasar agama. NU juga sangat menghargai perbedaan dengan berbagai golongan lain. Bahkan dalam NU sendiri membolehkan empat madzhab Fiqih.
“Selain itu, NU menaungi puluhan tarekat, di antaranya Naqsyabandiyah, Tijaniyah, Qodiriyah, Syadziliyah, dan lain-lain,” ujanya.
NU juga, sambung As’ad, memiliki lembaga-lembaga otonom yang bergerak sendiri. Sementara kehidupan keagamaan berkembang di pesantren-pesantren dan masjid.
Kedua belah pihak berbicara dengan dua bahasa yaitu Inggris dan Arab selama 20 menit. Mereka berdialog sambil bersantap makanan yang dihidangkan. Sesekali mencatat, menyela, dan bertanya. Kadang gelak tawa juga muncul.
Kesebelas tokoh Pakistan itu dia antaranya Noor-ul-Haq Qadri (Member National Assembly ofr Pakistan) Muhammad Yasir Zafat (Sekretaris General Wafaq-ul-Madaris al-Salafia Pakisatan), Attaullah Shihab (Advisor to prime Minister of Pakistan), Muhammad Hanif Jalandri, Muhammad Rogib Husein Raimi, Maulana Abdul Haq.
Mereka mengenakan pakaian tradisional Pakistan, sementara di pihak PBNU juga menggunakan pakaian ala NU yaitu batik dan peci hitam.
Redaktur: A. Khoirul Anam
Penulis : Abdullah Alawi