PBNU Dorong Kedaulatan Petani untuk Wujudkan Ketahanan Pangan
Jumat, 16 Oktober 2020 | 14:15 WIB
Wakil Ketua Umum PBNU Prof Dr Maksum Machfoedz meminta petani di Indonesia tidak lagi dianaktirikan yang menyebabkan nasibnya jauh dari kesejahteraan seperti pada zaman kemerdekaan. (Foto: NU Online)
Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendorong kedaulatan petani di tengah pandemi Covid-19. Kedaulatan petani menurut PBNU sekaligus untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Bagi PBNU, peran petani dari masa ke masa telah berjasa besar dalam menyediakan pangan nasional.
Atas dorongan itu, Wakil Ketua Umum PBNU Prof Dr Maksum Machfoedz meminta petani di Indonesia tidak lagi dianaktirikan yang menyebabkan nasibnya jauh dari kesejahteraan seperti pada zaman kemerdekaan. Padahal, peran mereka nyata-nyata memakmurkan negeri.
Prof Maksum menegaskan, petani adalah pahlawan yang nyata dalam penyediaan pangan nasional apalagi selama Covid-19. Petani, lanjut Prof Maksum, telah berkontribusi terhadap tersedianya pangan nasional. Pergerakan para petani ini juga telah berpengaruh terhadap pembangunan perekonomian.
"Petani tidak boleh dianaktirikan," kata Prof Maksum Machfoedz saat menjadi narasumber Diskusi Daring Hari Pangan Sedunia bertajuk Mengantisipasi Krisis Pangan di Tengah Pandemi yang diselenggarakannya NU Online bekerjasama dengan BRG RI, Jumat (16/10).
Guru Besar Sosial Ekonomi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menambahkan, saat ini perekonomian lintas sektoral terpuruk di tengah pandemi Covid-19. Namun, pertanian yang dilakukan masyarakat di perdesaan menjadi satu-satunya sektor yang tetap tumbuh dan mampu membantu ketersediaan pangan segenap bangsa. Sudah seharunya, kata dia, pemerintah sadar bahwa kegiatan menganaktirikan petani akan berakibat terhadap melemahnya ketersediaan pangan dalam negeri.
"Mereka harus bersegera kembali ke pedesaan dan pertanian,"ucap Prof Maksum.
Prof Maksum juga menyinggung UU Cipta Kerja yang semakin menghimpit petani dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 disebutkan bahwa ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama itu tidak dapat memenuhi kebutuhan.
"Ketentuan tersebut direvisi dalam RUU Cipta Kerja menjadi, ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari produksi dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor pangan. Revisi terhadap sejumlah pasal dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan jelas-jelas memberi ruang importasi pangan yang lebih luas," tuturnya.
Selain Prof Maksum, turut menjadi narasumber pada diskusi tersebut Deputi Bidang Edukasi Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG RI, Myrna Asnawati Safitri dan Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri.
Diskusi ini diadakan untuk mengisi agenda Hari Pangan Sedunia yang diperingati setiap tahun pada tanggal 16 Oktober. Hari pangan ditetapkan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui negara-negara anggota FAO pada konferensi umum ke-20 bulan November 1979.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan