Waketum PBNU Jelaskan Perbedaan Ketahanan Pangan dengan Kedaulatan Pangan
Jumat, 16 Oktober 2020 | 12:09 WIB
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Mochammad Maksum Machfoedz. (Foto: dok. istimewa)
Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Mochammad Maksum Machfoedz mengungkapkan bahwa ketahanan pangan berbeda dengan kedaulatan pangan. Menurutnya, ketahanan adalah perlindungan dari bahaya, kelaparan, kerugian, dan kejahatan.
“Sepanjang kita punya mulut dan bisa kemasukan beras, masuk perut. Itulah food security (ketahanan pangan),” jelasnya dalam diskusi virtual bertajuk Hari Pangan Sedunia: Mengantisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi yang digelar Badan Restorasi Gambut (BRG) dan NU Online, Jumat (16/10).
Lebih jauh, ketahanan pangan berarti menempatkan posisi negara sebagai subjek yang pasif. Ia mencontohkan, burung di dalam sangkar memiliki ketahanan pangan, tetapi tidak punya kedaulatan pangan.
Sementara kedaulatan pangan, menurutnya, adalah exclusive power and right to complete control over an area of governance, people or oneself (kekuasaan eksklusif dan memiliki hak sepenuhnya untuk mengontrol sebuah pemerintahan, perorangan, dan diri sendiri).
Artinya, kedaulatan pangan berarti bahwa Indonesia punya kewenangan untuk menentukan nasib sendiri. Petani tidak cukup hanya sebagai penyedia pangan, tetapi juga harus masuk ke dalam sebuah ekosistem yang lebih besar, untuk memastikan kesejahteraan petani.
“Jadi kalau kita memakai terminologi ketahanan pangan hari ini (maksudnya) adalah kedaulatan pangan,” jelas Pakar Pertanian dari Universitas Gadjah Mada ini.
Sebab, lanjutnya, jangan sampai ketahanan pangan Indonesia didikte oleh dua atau tiga orang importir saja. Oleh karena itu, pertimbangan besar yang harus diprioritaskan adalah soal kesejahteraan petani dan dijalankan oleh pemerintah di dalam kebijakannya.
Peran petani di dalam negeri dari masa ke masa telah berjasa besar dalam menyediakan pangan nasional. Para petani mampu mewujudkan ketahanan pangan terutama ketika dunia, termasuk bangsa Indonesia terpuruk akibat wabah virus corona (Covid-19).
Sebab itu Maksum Machfoedz, petani di dalam negeri tidak boleh lagi dianaktirikan sehingga nasibnya jauh dari kesejahteraan sejak zaman kemerdekaan. Padahal, peran mereka nyata-nyata memakmurkan negeri.
“Intinya petani adalah the real heroes (pahlawan nyata) dalam penyediaan pangan nasional, khususnya selama pandemi ini. Karena itu, petani tidak boleh lagi dianaktirikan dalam pembangunan perekonomian nasional,” tegas Maksum.
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu juga menegaskan, di saat perekonomian lintas sektoral terpuruk di tengah pandemi Covid-19, pertanian di pedesaan merupakan satu-satunya sektor yang tetap tumbuh.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua