Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merespons polemik kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mendapat penolakan dari masyarakat sejak dua bulan lalu. PBNU menilai kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS bukanlah langkah yang bijaksana terutama untuk kelas III.
"Kita sudah mendengar bahwa pemerintah akan menaikkan semua kelas, kelas I, II, dan III, seratus persen dari tarif iuran itu, premi iuran semula. Kami semua (PBNU) menganggap bahwa hal ini akan sangat memberatkan masyarakat. Walaupun kami menyadari bahwa defisit yang harus ditanggung pemerintah terkait penyelenggarakaan BPJS itu cukup besar, tapi kami memandang bahwa langkah menaikkan tarif tersebut bukanlah langkah yang bijaksana terututama untuk iuran mandiri kelas III," kata Ketua PBNU H Syahrizal Syah ditemui di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (13/11) malam.
H Syahrizal menilai kebijakan tersebut menimbulkan pertanyaan, sebab untuk meningkatkan pelayanan sebenarnya tidak terkait iuran. Kebijakan menaikkan iuran BPJS, lanjutnya, hanya akan memperberat masyarakat kelas III.
Pihaknya berharap kebijaksanaan pemerintah dalam meng-cover pembiayaan defisit anggaran di BPJS dengan tidak menaikkan iuran BPJS kelas III. Sebab, selama ini kebijakan serupa oleh pemerintah seperti BBM dinikmati oleh kalangan menengah ke atas, bukan kalangan bawah.
Aturan kenaikan yang diteken Presiden Joko Widodo pada Kamis (24/10) tersebut merupakan perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Besaran iuran yang harus dibayar masyarakat antara lain Rp42.000 per bulan untuk kelas III, Rp110.000 per bulan untuk kelas II, dan Rp160.000 per bulan untuk kelas I.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori