Saat ini, persoalan kemiskinan masih menjadi problem utama di Indonesia. Pemerintah telah melakukan berbagai ikhtiar untuk mengurangi angka kemiskinan, baik melalui instrumen anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), maupun melalui pemberdayaan instrumen zakat, infak, dan sedekah (ZIS). ZIS merupakan sumber pendanaan dari masyarakat Muslim yang sangat potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bila dikelola secara profesional.
Hal itu mendasari Balai Litbang Agama (BLA) Semarang Badan Litbang dan Diklat Kemenag melakukan riset kebijakan di tujuh kabupaten/kota, yaitu Kota Malang dan Kabupaten Tuban (Jawa Timur); Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman (DIY); Kabupaten Semarang, Kabupaten Jepara dan Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah).
Penelitian yang dilakukan tahun 2018 ini dalam pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan metode deskriptif-kualitatif. Hasil riset menunjukkan bahwa program pemberdayaan yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dapat dikategorikan menjadi dua bagian; yaitu konsumtif dan produktif.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan oleh umat Islam. Infak dan sedekah adalah perilaku terpuji yang sangat dianjurkan untuk diamalkan. ZIS (zakat, infak, dan sedekah) merupakan instrumen pendanaan dari umat Islam yang sangat penting untuk mengentaskan kemiskinan. ZIS dikumpulkan dan didistribusikan karena dimotivasi oleh keyakinan (iman) bahwa harta yang dimiliki oleh umat Islam harus dibersihkan dari unsur non-halal, ditumbuhkembangkan dengan ZIS dan meratakan kesejahteraan bagi banyak orang.
Sebagai wujud dari kesadaran dan pengamalan ajaran Islam, ZIS pasti terus mengalir dan makin lama makin banyak jumlah. ZIS sebagai Instrumen filantropi Islam ini sangat strategis untuk mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan umat. ZIS dikumpulkan secara sukarela karena iman merupakan sumber dana segar untuk membantu kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mampu agar berdaya dan makin sejahtera. Bila pengelolaan ZIS dilakukan secara profesional, tentu cita-cita umat Islam memiliki pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang baik akan mudah terwujud. Lebih-lebih, potensi ZIS di Indonesia sangat besar.
Dua isu besar yang harus segera diselesaikan adalah menyangkut pengumpulan dan pendistribusian ZIS. Dua isu itu harus ditunjang dengan regulasi yang kokoh dan pengelola yang profesional. Dukungan dari pemerintah juga mutlak dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan pengumpulan dan pendistribusian ZIS.
Hasil penelitian menyebutkan, di Kabupaten Tuban ada program Zakat Community Development (ZCD), demikian pula program ZCD sedang dirintis di Kabupaten Karanganyar. Desa Binaan juga dimiliki oleh Baznas di beberapa kabupaten/kota, baik dikelola secara langsung oleh Baznas maupun kegiatan-kegiatan yang ada di Desa Binaan dilakukan oleh penyuluh-penyuluh Agama Islam Kementerian Agama.
Pendistribusian ZIS konsumtif diwujudkan dalam program beasiswa pendidikan, biaya kesehatan, bedah rumah, santunan guru ngaji dan pembinaan muallaf. Penelitian juga menemukan bahwa penyaluran ZIS produktif digunakan untuk modal peternakan, modal usaha, pertukangan dan teknisi (bengkel), pendirian radio, pembangunan destinasi wisata dan kuliner, modal pendirian BMT dan Badan Usaha Milik Madrasah.
Riset juga menunjukkan bahwa keberadaan ZIS dirasakan manfaatnya oleh masyarakat; yakni dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan. Faktor pendukung program pemberdayaan ZIS adalah bahwa menyalurkan ZIS merupakan ajaran Islam, dukungan regulasi dan keberpihakan pemerintah, kesadaran masyarakat Muslim yang relatif tinggi membayar atau menunaikan ZIS dan semangat pengurus dan staf Baznas dalam mengumpulkan dan mendistribusikan ZIS di tengah-tengah berbagai keterbatasan yang ada.
Hambatan yang dimiliki Baznas dalam memberdayakan umat melalui ZIS ini cukup banyak. Dukungan pemerintah daerah sangat mempengaruhi eksistensi ZIS. Kesadaran umat Islam dalam menunaikan ZIS masih bervariasi, ada yang tinggi tetapi sebagian besar masih rendah. Pemberdayaan ekonomi umat yang tidak berhasil disebabkan soft skill yang masih rendah, semangat umat dalam merubah keadaan kurang kuat dan tidak adanya pendampingan dari Baznas kepada penerima ZIS.
Editor: Kendi Setiawan